Bisnis.com, JAKARTA- Pertemuan menteri ekonomi Asean diharapkan bisa menyepakati prinsip bahwa saat ini yang dibutuhkan untuk meredam inflasi adalah kerja sama dan memperlancar aliran distribusi barang.
Para ekonom menilai langkah proteksi akan membuat negara di kawasan Asean akan menghadapi kenaikan harga pangan secara signifikan dan memunculkan kerugian yang cukup besar dari sisi perdagangan.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan diharapkan pertemuan tersebut dapat memperkuat 10 negara ASEAN dengan dalam menjalin relasi dengan negara luar Asean.
“Yang penting adalah menurut saya ini ada hasil yang konkret. Jangan sampai ini hanya meeting satu ke meeting yang lain. Yang penting ada progress jelas,” ujar Faisal kepada Bisnis, Rabu (18/5/2022).
Menurut Faisal, pertemuan tersebut harus membahas bagaimana pemulihan ekonomi ASEAN pasca pandemi, khususnya karena banyak negara mengalami kenaikan inflasi.
Dengan pertemuan itu, Faisal menilai negara-negara ASEAN sedang menjaga kondisi jangan sampai negara-negara daya saing ekonomi ASEAN menurun usai pandemi.
Baca Juga
“Kompetitifnya ASEAN itu kan diukur kemudahan marketnya, kemudahan logistiknya, investasi itu jangan sampai mengalami penurunan daya saingnya. Dilihat dari investor mitra dagang yang lain ASEAN. Saya rasa ke arah itu [pertemuan menteri ekonomi ASEAN],” ungkapnya.
Selain itu, dia berharap nantinya ada kerja kolektif yang dilakukan masing-masing negara. Di samping itu, perlunya peningkatan kerja sama di bidang ketenagakerjaan, perdagangan, dan pembiayaan pasca pandemi.
“Bisa saling membantu, investasi yang saling mengungungkan antar negara ASEAN harus dilakukan,” tutur dia.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyoroti tren proteksionisme yang dilakukan beberapa negara seperti India dan Indonesia sendiri.
Dia menyampaikan beberapa studi menunjukkan setiap kebijakan proteksi perdagangan di bidang pangan akan menaikkan harga sebesar 17 persen secara global.
“Proteksionisme juga berisiko munculkan perang dagang contohnya adalah pelarangan ekspor CPO dinilai rugikan india dan sebagai langkah resiprokal, India dengan berbagai alasan melakukan pelarangan ekspor gandum,” ujarnya, Rabu (18/5/2022).
Kehilangan devisa akibat proteksionisme, lanjut dia, berujung pada keuntungan sepihak negara yang membuka supply ekspor, akibatnya terjadi kesenjangan pendapatan antar negara dikawasan.
“Contohnya produk CPO Malaysia justru menjadi primadona ketika indonesia kehilangan pasar ekspor. Estimasi kenaikan ekspor CPO Malaysia sebesar 30 persen hingga akhir 2022 akibat pelarangan yang dilakukan Indonesia. Petani dinegara yang lakukan proteksionisme tentu yang paling dirugikan karena harga jual yang rendah disaat input biaya produksi seperti pupuk meningkat sejak tahun lalu,” jelasnya.