Bisnis.com, JAKARTA – Pasokan jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih terbilang rendah. Salah satu penyebab karena petani sulit mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoksin di bawah 20 ppb (part per billion).
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan angka maksimum jagung untuk industri pangan dan pakan memang berbeda.
“Itu [20 ppb] merupakan angka maksimum kandungan aflaktoksin dalam jagung yang dipersyaratkan untuk industri pangan. Sedangkan untuk bahan baku industri pakan, angka aflaktoksin maksimum 50 ppb,” ujar Febri dalam keterangan resmi, Jumat (6/5/2022).
Aflatoksin merupakan sejenis mikotoksin yang dihasilkan dari metabolisme cendawan Aspergilus flavus, yang terkandung dalam biji jagung serta kacang-kacangan dan bersifat karsinogenik. Kandungan aflatoksin yang dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi batas dan dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan.
Amerika Serikat menetapkan kandungan aflaktoksin total pada pangan maksimum 20 ppb. Sementara itu, Uni Eropa memberlakukan aturan kandungan aflatoksin total yang lebih ketat pada produk pangan yaitu maksimum sebesar 4 ppb, bahkan untuk susu formula dipersyaratkan bebas kandungan aflatoksin.
Di Indonesia, standar mengenai kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan maupun pakan telah diatur dalam SNI 8926:2020 tentang Jagung, yaitu sebesar 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan.
Baca Juga
Dalam SNI ini, selain kandungan aflatoksin total, ada juga aturan terkait kadar air maksimal pada jagung. Ini juga merupakan salah satu parameter syarat mutu penting yang digunakan oleh industri dalam pemilihan jagung sebagai bahan baku industri, khususnya industri pangan.
Untuk mendapatkan jagung dengan kandungan kadar aflatoksin total di bawah 20 ppb, jagung hasil panen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yg tidak banyak terdapat kandungan uap air, seperti silo.
Namun kendalanya, saat ini jumlah mesin pengering dan silo tempat penyimpanan jagung sangat terbatas. Walhasil, imbasnya panen jagung dari dalam negeri belum maksimal diolah menjadi bahan baku yang memenuhi kriteria industri pangan.
Kementerian Perindustrian telah melakukan beberapa upaya di sektor industri agro, seperti perbaikan rantai pasok di sektor industri makanan, hasil laut, dan perikanan, serta penghiliran industri pati jagung yang bertujuan untuk substitusi impor.
“Dengan meningkatkan kualitas pengolahan hasil panen jagung dalam negeri, diharapkan dapat mendukung penyerapan produk tersebut ke dalam rantai pasok industri makanan,” pungkas Febri.
Sebagai informasi, kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan saat ini mencapai 8 juta hingga 9 juta ton per tahun, hampir 100 persen dari kebutuhan tersebut sebenarnya dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Namun begitu, kebutuhan bahan baku jagung untuk industri pangan yang mencapai sekitar 1,2 juta ton pada 2021 baru dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebesar 7.000 ton.
Sedangkan kebutuhan jagung untuk industri pangan di tahun 2022 diperkirakan meningkat menjadi sekitar 1,5 juta ton sampai 1,6 juta ton seiring dengan beroperasinya satu investasi industri pati jagung baru di dalam negeri.