Bisnis.com, JAKARTA – Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia menyatakan kenaikan tarif PPN 11 persen belum berdampak langsung terhadap sektor properti terutama subsektor residensial hingga saat ini.
Meskipun demikian, JLL memperkirakan tambahan biaya pembelian properti, khususnya rumah tapak dan apartemen, akan terdampak kenaikan PPN tersebut.
"[Kenaikan] PPN ini seharusnya berdampak ke semua sektor termasuk properti baik di hunian rumah tapak maupun apartemen. Tapi secara immediate kita belum lihat hal tersebut mengingat pemerintah masih memberi insentif bagi para pembeli hunian ini," kata Head of Research JLL Indonesia Yunus Karim dalam acara JLL Media Briefing 1Q22, Rabu (20/04/2022).
Yunus menilai saat ini pengembang masih fokus menjaga harga agar produk mereka laku di pasaran. Di masa mendatang, pengembang perlu merancang strategi yang tepat untuk mengantisipasi kenaikan PPN supaya tidak memberatkan pembeli.
"Para pengembang harus memiliki strategi untuk mengemas produk agar terjangkau karena dimungkinkan adanya tambahan biaya atas PPN ini," ungkapnya.
Adapun tingkat permintaan setelah kenaikan PPN, menurut Yunus tidak berpengaruh terhadap pembeli end user.
“Pembali end user membeli rumah sebagai suatu kebutuhan, jadi demand tetap ada meskipun PPN dinaikkan. Berbeda dengan para pembeli yang bertujuan untuk berinvestasi, mereka masih menunggu [wait and see],” tutup Yunus.
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan PPN sejauh ini belum berdampak signifikan terhadap permintaan properti jenis apartemen dan rumah tapak.
“Sejauh ini belum ada pengaruh signifikan. Growth KPR masih 9-9.5 persen yoy,” kata Bhima kepada Bisnis, Senin (18/04/2022).
Namun, Bhima memprediksi adanya kenaikan biaya properti akibat PPN yang dinaikkan.
“Harga properti bisa naik karena ketika PPN dinaikan, karena harga bahan baku meningkat,” pungkas Bhima.