Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga orang pelaku usaha sawit sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor minyak sawit mentah.
Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan hal tersebut tentunya jadi blunder bagi perusahaan sawit jika benar-benar terjadi. Sebab, menurut dia, ketiga perusahaan sawit tersebut merupakan perusahaan minyak sawit dunia.
Ketiga petinggi di perusahaan minyak yang dijadikan tersangka yakni Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; dan General Manager PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
“Karena saya pikir itu terlalu blunder jika mereka melakukan pendekatan-pendekatan ke penguasa yang mengeluarkan surat PE. Karena perusahaan itu dunia, image mereka rusak di pasar bursa. Biarlah itu di ranah hukum karena masih ada ranah kemungkinan,” ujar Sahat kepada Bisnis, Rabu (20/4/2022).
Sahat menjelaskan bahwa untuk memperoleh perizinan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah dari Kementerian Perdagangan dibutuhkan persyaratan yang ketat. Setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi.
“Pertama ada realisasi purchase order. Jadi industri bisa mengeluarkan ekspor minyak goreng DPO dan DMO itu kalau ada purchase order dari pembeli. Kemudian harus jelas pengirimannya itu ada, di-print order,” jelas Sahat.
Kemudian ketiga, kata Sahat, eksportir pun harus menyerahkan faktur pajak pembeli. Baru kemudian Kemendag bisa mengluarkan surat PE.
“Itu susah dimanipulasi, susah. Itu bukan elektronik tapi hardcopy. Jadi ada bukti-buktinya. Saya tidak melihat sampai mana kawan-kawan kita itu dituduh tersangka," tekan Sahat.
Selain itu, Sahat meminta kepada Satgas Minyak Goreng, Kejaksaan Agung, dan KPPU tidak mengganggu produsen minyak sawit. Menurut dia, produsen minyak goreng tidak akan fokus untuk melakukan produksi jika terus didatangi ketiga lembaga tersebut.
"Jadi kita jangan dulu diganggu oleh pihak-pihak luar, seperti Satgas, Kejagung, KPPU. Itu semua masuk ke pabrik. Kapan kita mau kerja kalau kita diobrak-abrik. Polisi kan sudah menyatakan tidak ada bukti penimbunan," pungkasnya.