Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) tak terima anggotanya terjerat kasus ekspor minyak sawit mentah yang berbuntut kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Bahkan, GIMNI meminta agar pemerintah meluruskan duduk perkara, sembari mengancam akan keluar dari program mandatori minyak goreng subsidi.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga. Menurutnya, terseretnya tiga perusahaan dan jajaran manajemen dari Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas, dan Permata Hijau Group dalam dugaan kongkalikong izin ekspor minyak sawit mentah (CPO), harus dijelaskan secara terang.
Pasalnya, kata Sahat, pengusaha justru telah menjalankan sesuai aturan pemerintah yakni menerapkan Domestic Market Obligation (DMO) 20 persen CPO ke domestik untuk mendapat persetujuan ekspor (PE).
“12 Februari – 4 Maret Bapak Menteri mengaku dapat 419 ribu ton DMO, kali lima berarti 2,2 juta. Apakah ekspor kita pada saat itu sudah 2 juta? Bukan. Jadi domestik sudah terpenuhi, ekspor belum ada. itu aja gambarannya,” ujarnya saat ditemui di acara ‘‘Buka Puasa Gapki’’ di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Padahal, kata Sahat, pengusaha atau pengekspor sudah bekerja keras dan berupaya mematuhi peraturan yang ada untuk memperoleh persetujuan ekspo (PE).
“Jika mereka jika tidak menunggu di Kemendag sampai jam 4 pagi kita tidak dapat PE itu. Makanya nungguin sampai jam 4 pagi,” ujarnya. “(Namun) Itu yang menjadikan sebagai bukti bahwa mereka mendekati pejabat. Bukan. Jadi mereka yang bekerja seusai regulasi itu yang menyakitkan.”
Baca Juga
Sahat mengaku kecewa atas penetapan tersangka ini dan mengancam industri minyak goreng mundur dari partisipasi minyak goreng subsidi saat ini bila tak diselesaikan.
Karena itu, GIMNI pun mengancam akan keluar dari program produksi minyak curah yang digulirkan untuk menormalkan harga minyak goreng di pasar. “Makanya saya WA ke Dirjen Perindustrian, Pak Putu. Kalau ini begini kami akan mengundurkan diri dari minyak curah ini. Karena apa, karena kami yang ditangkapi,” tegasnya.
Dia pun meminta Kejagung untuk memperjelas manipuasi soal PE tersebut. “Itu maksudnya dibereskan mereka melakukan manipulasi dengan PE itu dimana. Diperjelas. Jadi jangan dituduh tanpa ada bukti,” ujarnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan pelaku usaha minyak sawit yakni MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, SMA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) dan PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Selain itu, Kejagung pun menDirjen Perdagangan Luar Negeri adalah Indrasari Wisnu Wardana yang merangkap sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan alasan pihaknya menetapkan nama-nama tersebut menjadi tersangka.
"Adanya pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor, kedua dikeluarkannya persetujuan eksport pada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu telah mendistribusikan CPO atau RBD palm olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO. Tidak mendistribusikan cpo atau RBD palm olein sebagaimana kewajiban di dalam DMO yaitu 20 persen dari total ekspor," ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4/22).