Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR dikabarkan telah menyepakati alokasi khusus batu bara untuk industri semen setelah praktik Domestic Market Obligation (DMO) terbentur kendala pemerataan di lapangan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan pihaknya juga telah mengusulkan kenaikan alokasi DMO batu bara dari semula 25 persen menjadi 30 persen. Hal itu tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Terbarukan.
"Akan ada dedicated supply untuk industri semen. Ini sudah kami sampaikan, beliau [Menteri ESDM] juga sudah menyetujui, bahwa secara prinsip itu bisa dilaksanakan," kata Eddy kepada Bisnis, Selasa (19/4/2022).
Mengenai penaikan DMO batu bara menjadi 30 persen, hal itu tercantum pada pasal 6 ayat 6 draft RUU EBT. Beleid tersebut menyebutkan bahwa untuk memastikan ketersediaan energi primer dalam pemanfaatan pembangkit listrik tak terbarukan, penyediaan batu bara dilakukan dengan mekanisme DMO dan ketentuan minimal 30 persen dari rencana produksi. Harganya dipatok paling tinggi US$70 per ton dengan acuan batu bara kalori 6.322 kcl per kg.
Eddy pun mengakui bahwa meskipun secara teori alokasi DMO 25 persen dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri, dalam praktiknya banyak industri yang belum mendapatkan harga sesuai skema tersebut meskipun telah melakukan tender berkali-kali.
Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) Donny Arsal dalam rapat dengar pendapat pada pekan lalu mengatakan dari total produksi batu bara tahun lalu sebesar 665 juta ton, volume DMO-nya sebesar 166 juta ton.
Baca Juga
Dari jumlah tersebut, 77 persen atau sekitar 127 juta ton diantaranya sudah terserap untuk kebutuhan listrik PLN. Sisa 23 persen itulah yang diperebutkan oleh berbagai industri, termasuk semen.
"Tidak ada dedicated bahwa kami pasti dapat, kalau di-matching PT A, B, C kemana [pasokannya], sehingga dapat kepastian bahwa DMO-nya akan dialokasikan," kata Donny.