Bisnis.com, JAKARTA – PT Indo Tambang Raya Megah Tbk (ITMG) belum berencana mengubah target produksi batu bara dengan adanya rancangan perubahan DMO (domestic market obligation) dan harga khusus batu bara terbaru.
Sebelumnya, pemerintah bersama DPR merancang kewajiban penjualan untuk kebutuhan pasar dalam negeri atau DMO batu bara naik dari 25 persen menjadi 30 persen. Hal itu dilakukan untuk mencegah kekurangan stok batu bara nasional.
Kewajiban DMO itu tercantum dalam pasal 6 ayat 6 draf Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk memastikan ketersediaan energi primer untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik (PLTU), penyediaan batu bara untuk pembangkit listrik dilakukan dengan mekanisme penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO dengan ketentuan minimal 30 persen dari rencana produksi batu bara.
Selain itu, harga tertinggi yang dipatok senilai US$70 per ton dengan acuan batu bara bernilai kalori 6.322 kcl per kg. Adapun harga batu bara untuk industri selain smelter dipatok US$90 per ton.
Menanggapi berubahnya kuota DMO dan harga batu bara khusus terbaru tersebut, Direktur Komunikasi Korporat & Hubungan Investor ITMG, Yulius Gozali mengatakan pihaknya belum berencana mengubah target produksi tahun ini.
“Perusahaan masih menunggu perkembangan lebih lanjut mengenai kebijakan DMO yang akan dijalankan oleh pemerintah dan belum ada rencana untuk merubah target produksi tahun ini,” kata Yulius, Senin (11/4/2022).
Baca Juga
Yulius mencatatkan, ITMG menargetkan volume produksi pada tahun 2022 sebanyak 17,5 juta ton hingga 18,8 juta ton dan volume penjualan sebesar 20,5 - 21,5 juta ton. Adapun pada tahun 2021, ITMG berhasil membukukan produksi batu bara sebanyak 18,2 juta ton.
Meskipun harga khusus batu bara terbaru untuk industri selain smelter telah ditentukan, masih banyak industri yang belum mendapat jatah batu bara. Menurut Yulius, hal itu terjadi karena pasokan batu bara belum bisa mengimbangi tingginya permintaan.
“Kelangkaan batubara saat ini disebabkan oleh karena pasokan yang belum dapat mengimbangi permintaan yang tinggi. Perusahaan akan mendukung dan mematuhi kebijakan pemerintah untuk kewajiban penjualan ke domestik serta mengirimkan pesanan dengan tepat waktu,” pungkas Yulius.