Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menanti aturan teknis terkait pengaturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen atas barang-barang kebutuhan pokok dan penting atau Bapokting, meski saat ini belum dikenakan PPN.
Paslanya, saat ini, terjadi fluktuasi harga jual sejumlah barang kebutuhan pokok, energi hingga transportasi menjelang Idul Fitri tahun ini yang dikhawatirkan akan menghambat daya beli masyarakat.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey meminta pemerintah untuk tidak mengenakan PPN 11 persen pada Bapokting dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis (Juklak atau Juknis) dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mulai efektif sejak Kamis (1/4/2022).
“Kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen tersebut pasti memberikan dampak berarti bagi konsumsi masyarakat, di saat bersamaan terjadi fluktuasi kenaikan harga jual beberapa barang kebutuhan pokok, harga BBM dan LPG, biaya tol memasuki masa puasa dan menjelang Idulfitri,” kata Roy melalui siaran pers, Minggu (3/4/2022).
Roy mengatakan masyarakat bakal menunda konsumsi rumah tangga nonkebutuhan dasar mereka seiring dengan fluktuasi harga jual sebagian besar Bapokting tersebut yang belakangan ikut didorong kenaikan pungutan PPN.
Di sisi lain, Roy menambahkan 11 bapok seperti beras atau gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam, susu, telur dan jagung yang sebelumnya dikecualikan dari PPN saat ini telah dijadikan obyek PPN.
Baca Juga
"11 barang kebutuhan pokok a.l: beras/gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabai, garam,
susu, telur, jagung, yang sebelumnya dikecualikan dari PPN, saat ini melalui UU HPP no.7/2021 telah
dirubah dan dijadikan objek PPN, walaupun pengenaan tarif 11 persennya belum diberlakukan per 1 April
2022," tekannya.
Konsekuensinya, pedagang di pasar tradisional bakal berkewajiban menjadi pengusaha kena pajak (PKP) yang berpotensi menambah biaya administrasi. Artinya, ada potensi penambahan biaya operasional yang belakangan berdampak pada harga jual Bapokting pada konsumen.
"Misalnya untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11 persen maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali dan berdampak pada peningkatan inflasi yang berpotensi meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya,” kata dia.
Hingga saat ini, Aprindo masih menantikan Juklak atau Juknis melalui PP atau KMK/PMK atas UU HPP/21, untuk mendefinisikan secara detail atas Bapokting untuk perubahan atau penambahan jenis barang kebutuhan pokok dan penting yang saat ini tidak atau belum dikenakan PPN 11 persen.
Momentum Ramadan dan Idul Fitri tahun ini menjadi harapan bagi industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir untuk mendorong peningkatan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat seperti pada kuartal kedua 2021 ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07 persen secara bulanan.
“Kami tentunya mendukung UU HPP yang telah ditetapkan pemerintah dan diratifikasi DPR akhir 2021 lalu, namun pemberlakuan tarif PPN 11 persen di saat ini apakah sudah tepat momentumnya atau masih dapat didiskresikan beberapa saat lagi, untuk meredam sentimen psikologi publik hingga ekonomi di Indonesia telah kondusif optimal setelah diterpa pandemik lebih dari dua tahun ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memperkirakan dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen terhadap inflasi masih di dalam rentang 2-4 persen.
"Dampaknya kalau hitungan kita sih tidak terlalu signifikan masih di dalam rentang APBN yang kita harapkan," ujar Yon Arsal kepada awak media, Jumat (1/4/2022).