Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utilitas Industri Minyak Goreng Bergerak Naik

Skema subsidi oleh Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diatur Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.8/2022, volume penyaluran dapat mencapai 15.525 ton per hari dari 71 perusahaan yang kontraknya sudah terbit.
Kebun sawit./ Joshua Paul - Bloomberg
Kebun sawit./ Joshua Paul - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Utilitas kapasitas produksi industri minyak goreng sebelumnya dilaporkan turun karena sebaran domestic price obligation (DPO) crude palm oil (CPO) yang tidak merata. Ketika pemerintah meniadakan skema DPO dan domestic market obligation (DMO) CPO, kemudian menggantikannya dengan subsidi di tingkat produsen, utilitas bergerak naik.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan pabrikan-pabrikan yang sebelumnya menghentikan produksi karena tak kebagian harga DPO, kini sudah kembali beroperasi.

"Sekarang pabrik kami sudah berjalan seperti biasa, ada 72 [produsen], semua sudah berjalan dan berusaha memenuhi kebutuhan pasar," kata Sahat kepada wartawan, Selasa (30/3/2022).

Dia menjelaskan, rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional yakni 319.000 kilo liter per bulan. Pada Ramada, kebutuhan tersebut diperkirakan naik 3 persen hingga 4 persen menjadi 325.000 kilo liter per bulan.

Dengan skema subsidi oleh Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diatur Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.8/2022, volume penyaluran dapat mencapai 15.525 ton per hari dari 71 perusahaan yang kontraknya sudah terbit.

Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menambahkan pemerintah mengambil pendekatan industri, setelah perspektif perdagangan belum mampu mengurai benang kusut masalah harga minyak goreng.

Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) per 30 Maret 2022, 73 perusahaan telah mendaftar, dengan 72 diantaranya telah mendapat nomor registrasi dan 70 permohonan kontrak telah diterbitkan.

Dari 81 perusahaan industri yang awalnya ditargetkan dalam program ini, ternyata hanya 76 perusahaan yang layak. Sebanyak empat diantaranya bukan industri minyak goreng sawit, dan satu perusahaan masih dalam proses konstruksi.

"Perbedaannya pendekatan industri. Konsepnya berubah dari pendekatan perdagangan dengan tata niaganya. Bagaimana industri bisa tumbuh dan berkembang, dengan memproduksi dan menjual produknya sesuai [harga keekonomiannya]," jelas Putu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper