Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah untuk menanggung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 11 persen untuk bahan pokok olahan di tengah potensi lonjakan inflasi domestik tahun ini. Adapun bahan pokok olahan itu seperti minyak goreng, gula hingga tepung untuk menjaga daya beli masyarakat seiring dengan naiknya harga komoditas dunia pada tahun ini.
“Pengusaha meminta pemerintah untuk menanggung PPN bahan pokok yang diolah dan mengeluarkan tambahan untuk bantuan langsung tunai agar menyalurkan kembali pungutan PPN 11 persen kepada masyarakat kelas menengah,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Suryadi Sasmita melalui sambungan telepon, Kamis (31/3/2022).
Di sisi lain, Suryadi mengatakan, implementasi PPN 11 persen tidak bakal berdampak signifikan untuk inflasi dalam negeri. Menurut dia, reli kenaikan harga sebagian besar barang dan jasa mayoritas disebabkan karena faktor pasokan dan permintaan yang timpang di pasar dunia. Selain itu, ongkos energi dan transportasi turut menggerek naik inflasi sebagian besar barang dan jasa dalam negeri.
Dengan demikian, dia mengatakan, implementasi PPN 11 persen hanya berdampak minim pada penyesuaian harga di tengah masyarakat. Adapun, kenaikan pungutan 1 persen dari posisi sebelumnya juga disebutkan tidak berdampak serius pada biaya pokok produksi pelaku usaha.
“Buat inflasi PPN 11 persen itu tidak signifikan tapi tetap pemerintah mesti menambah alokasi BLT kepada masyarakat untuk menjaga daya beli mereka,” kata dia.
Sejumlah perusahaan mengumumkan penyesuaian harga barang dan tarif layanan per 1 April 2022, seiring dengan berlakunya kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN.
Baca Juga
Salah satu perusahaan yang mengumumkan penyesuaian pasca kenaikan tarif PPN adalah PT LOTTE Shopping Indonesia atau Lotte Grosir. Perusahaan ritel ini menyatakan senantiasa mengikuti dan menaati kebijakan pemerintah, termasuk soal kenaikan PPN.
Seperti diketahui, tarif PPN akan naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada dua hari mendatang. Hal tersebut merupakan ketentuan dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).