Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani: APBN Jadi Andalan di Tengah Ancaman

Sri Mulyani mengatakan, APBN, ekonomi dan masyarakat perlu dijaga. Tiga tugas yang sangat kompleks tersebut katanya, harus dilakukan pada 2022 ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memimpin pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/POOL

Bisnis.com, JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi andalan di tengah ancaman, lantaran APBN telah bekerja keras dalam menghadapi pandemi dengan melakukan berbagai langkah-langkah extraordinary dan menciptakan pemulihan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, APBN sebagai instrumen harus kembali dijaga kesehatannya.

"APBN menjadi instrumen yang mengalami tekanan dari berbagai hal. Dari komoditas, cost of fund karena normalisasi kebijakan moneter, dan pada saat yang sama APBN tetap harus menjalankan tugas menjaga pemulihan ekonomi, menjaga kesehatan masyarakat, menyelamatkan daya beli masyarakat, dan juga APBN sendiri harus bisa disehatkan kembali," ujarnya dalam konferensi pers APBN KIta, Senin (28/3/2022).

APBN selalu diandalkan menjadi shock absorber. Berbagai gejolak, imbuhnya, akan terus terjadi dan APBN selalu menjadi instrumen utama yang diandalkan.

Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan, APBN, ekonomi dan masyarakat perlu dijaga. Tiga tugas yang sangat kompleks tersebut katanya, harus dilakukan pada 2022 ini.

Saat ini, risiko yang tengah diwaspadai oleh Indonesia adalah gejolak geopolitik yang terjadi di Ukraina akibat invasi Rusia. Konflik kedua negara ini berdampak kepada harga komoditas di pasar global yang turut membebani inflasi di berbagai negara di dunia, termasuk negara berkembang. 

"Ini mendorong inflasi di negara maju terutama di Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami kenaikan harga sangat tinggi sehingga kemudian menimbulkan respons kebijakan pengetatan yang cukup drastis," katanya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper