Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Baja dari Rusia-Ukraina Terhambat, Industri Cari Importir Alternatif

Pengusaha mulai mencari importir alternatif untuk memasok bahan baku industri baja akibat Perang Rusia Ukraina.
Fasilitas pengolahan baja Gunung Raja Paksi/gunungrajapaksi.com
Fasilitas pengolahan baja Gunung Raja Paksi/gunungrajapaksi.com

Bisnis.com, JAKARTA – Perang Rusia-Ukraina mengancam pasokan bahan baku untuk industri baja dalam negeri. Pengusaha mulai mencari importir alternatif untuk mengisi kekosongan tersebut.

Kedua negara tetangga itu merupakan net eksportir untuk produk baja hulu seperti slab dan billet. Menurut catatan Kementerian Perindustrian, Indonesia mengimpor produk baja hulu dari Rusia dan Ukraina sebesar 5 persen hingga 10 persen.

Direktur Industri Logam, Kementerian Perindustrian Liliek Widodo mengatakan pohon industri baja dalam negeri di sektor hulu masih kosong sehingga pasar yang ditinggalkan dua negara tersebut tak bisa diisi oleh Indonesia.

"Jadi pasar yang mereka tinggalkan itu, kita sendiri tidak punya, kita butuh barang itu," kata Liliek kepada Bisnis, Senin (14/3/2022).

Dia mengatakan untuk sementara ini pasokan bahan baku di industri domestik masih aman. Terlebih dilaporkan bahwa pabrik baja di Rusia letaknya cukup jauh dari lokasi konflik sehingga masih dapat beroperasi. Tetapi, industriawan mulai mencari importir alternatif seperti China dan Korea Selatan.

"Ekspor kita tidak banyak terpengaruh. Kita ekspor lebih banyak ke Jepang dan Amerika Serikat. AS sendiri tidak mengambil dari Rusia," lanjutnya.

Sementara itu, produksi baja nasional pada tahun ini ditargetkan naik hingga 10 persen dengan catatan pengendalian impor dapat diperketat. Tahun lalu, Liliek mencatat total konsumsi baja yang dihitung dengan formula apparent steel consumption (ASC) naik 3,97 persen menjadi 15,7 juta ton, dari capaian 2020 sebesar 15,1 juta ton.

Adapun, produksi baja kasar sepanjang tahun lalu mencapai hampir 14 juta ton. Utilitas kapasitas produksi baja sepanjang 2021 telah membaik 13 persen mendekati 60 persen. "Di tahun ini kami harapkan meningkat lagi, karena di Juli 2021 beberapa sektor sudah sampai 80 persen," ujar Liliek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper