Bisnis.com, JAKARTA – Produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel (Persero), Tbk. (KRAS) mengerek kinerja ekspor di tengah surutnya pasokan baja dunia akibat konflik Rusia-Ukraina.
Direktur Komersial KRAS Melati Sarnita mengatakan bulan ini perseroan akan kembali mengekspor produk hot rolled coil (HRC) ke sejumlah negara. Meski belum mengungkap jumlahnya, ekspor pada Maret 2022 akan menjadi volume bulanan terbesar sejauh ini.
"Kami bulan ini ekspor HRC lumayan tinggi, akan ada ekspor ke Pakistan, Italia, Vietnam, Mesir, dan Turki. Nanti akhir bulan saya update [angka] finalnya," kata Melati kepada Bisnis, Senin (14/3/2022).
Pada Januari lalu, KRAS telah mengapalkan HRC untuk pertama kalinya ke Pakistan sebesar 27.000 ton dan menyusul ke Italia sebesar 30.000 ton. Sejumlah pasar baru yang diupayakan perseroan antara lain Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan dan beberapa negara tetangga di Asean. Total ekspor pada Januari 2022 mencapai lebih dari 63.000 ton.
Melati yang juga menjabat Ketua Cluster Flat Product Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) mengatakan terjadi gangguan suplai-permintaan karena konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung hingga saat ini.
Ukraina adalah produsen baja terbesar ke-14 dunia dengan produksi 21,4 juta metrik ton pada 2021, dimana 80 persen diantaranya diekspor ke berbagai negara. Di sisi lain, Rusia juga merupakan produsen baja terbesar kelima di dunia, dengan produksi 76 metrik ton pada 2021.
Sejak perang dimulai, hampir semua produksi baja di Ukraina telah berhenti, demikian juga sebagian besar pengapalan ke negara lain. Hal itu diperparah dengan pembatasan akses pengiriman produk baja Rusia dan Ukraina dari Laut Hitam yang dilakukan oleh Turki per 28 Februari 2022.
"Secara general, supply-demand terganggu secara global. Jadi produsen Asia menjadi pilihan untuk pasokan tersebut," kata Melati.
Meski perang tidak diharapkan untuk berkepanjangan, Melati berpandangan peluang yang muncul bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri baja dalam negeri untuk menggenjot ekspor, terutama ke pasar-pasar baru. Namun, yang menjadi catatan adalah pemenuhan kebutuhan domestik tetap yang utama.
"Para produsen baja Indonesia mulai banyak permintaan ekspor. Pemenuhan pasar domestik tetap menjadi prioritas utama," imbuhnya.
Dilaporkan South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), Rusia dan Ukraina merupakan eksportir utama baja setengah jadi dalam bentuk slab dan billet. Sejak invasi, ketersediaan slab dari Rusia dan Ukraina sudah sangat menipis.
Pasar melaporkan bahwa produsen Italia memesan slab dari Indonesia sebanyak 30.000 ton lot dengan harga US$850 per ton cost and freight (cfr) Italia dan 60.000 ton lot seharga US$900 per ton cfr dalam seminggu.