Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPS Catat Inflasi Inti 2,03 Persen Tertinggi Sejak September 2020, Tanda Daya Beli Pulih?

Terkait dengan konsumsi untuk komoditas inflasi inti yang biasanya digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah konsumsi atau daya beli masyarakat, BPS hanya menyampaikan bahwa sejauh ini konsumsi masyarakat mulai membaik.
Konsumen memilih barang kebutuhan di salah satu gerai supermarket Giant di Jakarta, Minggu (23/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya
Konsumen memilih barang kebutuhan di salah satu gerai supermarket Giant di Jakarta, Minggu (23/6/2019)./Bisnis-Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi inti pada Februari 2022 mencapai 0,2 persen (month-to-month/mtm). Sementara secara tahunan, tercatat tingkat inflasi komponen inti mencapai 2,03 persen (year-on-year/yoy).

Deputi Bidang Statistik Distribusi  Jasa BPS Setianto menyampaikan bahwa ini merupakan angka inflasi inti tertinggi sejak September 2020, yang kala itu mengalami inflasi sebesar 1,86 persen (yoy).

Adapun komoditas dominan pendorong inflasi komponen inti ini  diantaranya adalah  sewa rumah, sabun detergen bubuk dan cair, upah asisten rumah tangga, kendaraan mobil serta emas perhiasaan.

"Komoditas-komoditas ini merupakan inti yang mengalami peningkatan," katanya dalam konferensi pers secara daring, Selasa (1/3/2022).

Terkait dengan konsumsi atau harga-harga untuk komoditas inflasi inti yang biasanya digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah konsumsi atau daya beli masyarakat, Setianto hanya menyampaikan bahwa sejauh ini konsumsi masyarakat mulai membaik.

"Jadi kalau kita lihat kenaikan inflasi ini tentu saja permintaan terhadap komoditas-komoditas inflasi inti tersebut masih cukup tinggi," ungkapnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sebelumnya menilai laju inflasi yang meningkat pada awal tahun masih tetap terkendali pada sasaran target 2 hingga 4 persen.

Dia mengatakan, pada tahun ini masih belum terlihat adanya tanda-tanda risiko inflasi akan meningkat melebihi sasaran target BI secara fundamental.

BI memandang kenaikan harga pangan, termasuk energi, lebih bersifat jangka pendek dan tidak berdampak besar pada inflasi inti dan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara keseluruhan.

“Karena dilihat permintaan agregat dalam ekonomi kita masih rendah dari kemampuan produksi secara nasional, sehingga dampak inflasi fundamental tidak menyebabkan inflasi IHK atau inflasi inti melebihi sasaran,” katanya dalam FGD bersama dengan Pemimpin Redaksi Media, Rabu (23/2/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper