Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Baru Awal Tahun, Indef Minta Pemerintah Revisi APBN 2022

Pemerintah diminta merevisi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 seiring dengan melesatnya harga minyak dunia penguatan dolar AS terhadap rupiah
Sejumlah alat berat beroperasi dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (26/8/2021). Kementerian Keuangan melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli mencapai Rp 336,9 triliun atau setara 2,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)./Antara
Sejumlah alat berat beroperasi dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (26/8/2021). Kementerian Keuangan melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli mencapai Rp 336,9 triliun atau setara 2,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho meminta pemerintah untuk merevisi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 seiring dengan melesatnya harga minyak dunia di tengah Perang Rusia-Ukraina.

Selain itu, penguatan dolar AS terhadap rupiah sudah berubah signifikan dari asumsi APBN tahun ini.  

Menurut Andry, kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM dunia itu belakangan bakal ikut menaikan tarif dasar listrik atau TDL dan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) di tengah masyarakat. Kenaikan ongkos energi itu dipastikan ikut menggerek inflasi barang kebutuhan pokok atau Bapok sepanjang 2022. 

“Menurut saya akan memberikan pembengkakan pada anggaran subsidi tentunya pemerintah harus melihat pembengkakan ini, asumsi harga minyak terakhir dan dari sisi nilai tukar yang sudah berubah,” kata Andry melalui pesan suara, Jumat (25/2/2022). 

Pemerintah, kata Andry, memiliki keleluasaan untuk melakukan revisi di tengah potensi pembengkakan anggaran subsidi untuk menutupi harga minyak dunia yang mengalami reli belakangan ini. 

“Saya menyarankan kepada pemerintah untuk melihat seberapa jauh anggaran kita tahan dengan guncangan saat ini, jika harus direvisi harus direvisi segera karena kondisi memang darurat,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, harga minyak global melesat ke level US$100 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014. Ini merupakan pukulan ganda bagi ekonomi dunia lantaran menekan prospek pertumbuhan dan menaikkan tingkat inflasi. 

Data Bloomberg hingga Kamis (24/2/2022) pukul 12.16 WIB, minyak Brent melonjak 4,65 persen atau 4,50 poin ke US$101,34 per barel sementara minyak WTI naik 4,59 persen atau 4,23 poin ke US$96,33 per barel. 

Lonjakan harga minyak merupakan kombinasi yang mengkhawatirkan bagi Federal Reserve AS dan sesama bank sentral karena mereka berusaha menahan tekanan harga terkuat dalam beberapa dekade tanpa menggagalkan pemulihan ekonomi dari pandemi.

Sementara konflik antara Ukraina dengan Rusia turut membuat nilai tukar rupiah berpotensi melemah pada perdagangan hari ini. Kemarin (24/2/2022), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah bersama dengan sejumlah mata uang lainnya di Asia. 

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,37 persen atau 53,5 poin hingga parkir ke posisi Rp14.391 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS terpantau naik 0,37 persen di level 96,54.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper