Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Menguat Selama Perang Rusia-Ukraina, Pengusaha Tahan Impor

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyatakan beberapa importir bahan baku makanan menunda pembayaran mereka sembari menunggu turunnya nilai tukar dolar AS.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (15/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) melaporkan sejumlah kegiatan impor bahan baku makanan terpaksa ditunda akibat menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lainnya di tengah intensifikasi perang Rusia-Ukraina. 

 

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI Subandi mengatakan beberapa importir bahan baku makanan menunda pembayaran mereka sembari menunggu turunnya nilai tukar dolar AS. Subandi menambahkan menguatnya nilai tukar dolar AS itu kian pelik di tengah melesatnya harga minyak dunia akibat krisis Rusia-Ukraina belakangan ini. 

 

“Hari ini US$1 telah naik dengan pembukaan Rp14.410 pada pagi hari dan turun di siang hari tapi hanya tertahan Rp14.370 yang dirasa masih cukup tinggi dibanding beberapa hari lalu sekitar Rp14.267,” kata Subandi melalui pesan WhatsApp, Jumat (25/2/2022). 

 

Ihwal nilai impor yang ditunda, Subandi mengaku dirinya belum mendapat informasi yang komprehensif dari anggotanya. Saat ini, kata dia, nilai yang terhimpun relatif rendah. 

 

“Nilainya tidak terlalu besar karena baru beberapa pelaku saja yang menginfokan,” tuturnya. 

 

Dia berharap pemerintah menyiapkan cadangan devisa yang cukup untuk mengantisipasi melesatnya nilai tukar dolar AS di tengah kemelut perang Rusia-Ukraina tersebut. 

 

“Pemerintah mesti menyiapkan cadangan devisanya untuk mengantisipasi meroketnya nilai tukar dolar AS,” kata dia. 

 

Seperti diberitakan sebelumnya, harga minyak global melesat ke level US$100 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014. Ini merupakan pukulan ganda bagi ekonomi dunia lantaran menekan prospek pertumbuhan dan menaikkan tingkat inflasi. 

 

Data Bloomberg hingga Kamis (24/2/2022) pukul 12.16 WIB, minyak Brent melonjak 4,65 persen atau 4,50 poin ke US$101,34 per barel sementara minyak WTI naik 4,59 persen atau 4,23 poin ke US$96,33 per barel. 

 

Lonjakan harga minyak merupakan kombinasi yang mengkhawatirkan bagi Federal Reserve AS dan sesama bank sentral karena mereka berusaha menahan tekanan harga terkuat dalam beberapa dekade tanpa menggagalkan pemulihan ekonomi dari pandemi.

 

Sementara konflik antara Ukraina dengan Rusia turut membuat nilai tukar rupiah berpotensi melemah pada perdagangan hari ini. Kemarin (24/2/2022), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah bersama dengan sejumlah mata uang lainnya di Asia. 

 

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,37 persen atau 53,5 poin hingga parkir ke posisi Rp14.391 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS terpantau naik 0,37 persen di level 96,54.

 

Adapun, sejumlah mata uang lain di kawasan Asia tercatat melemah terhadap dolar AS, dipimpin oleh mata uang rupee India yang melemah 0,98 persen, disusul won Korea Selatan yang melemah 0,75 persen, dan dolar Taiwan yang melemah 0,61 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper