Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Pemerintah Harus Transparan soal Roadmap dan Pengembangan Pajak Karbon

Kementerian Keuangan sebelumnya menyatakan bahwa pajak karbon akan berlaku pertama kali di sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.
PLTU Suralaya unit 8, dikenal juga sebagai PLTU Banten 1 Suralaya Operation and Maintenance Services Unit (OMU), terletak di sebelah timur PLTU Suralaya I-VII, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Cilegon. PLTU berkapasitas terpasang I x 625 MW melengkapi PLTU Suralaya 1-7 yang beroperasi sejak 1984.  /indonesiapower.co.id
PLTU Suralaya unit 8, dikenal juga sebagai PLTU Banten 1 Suralaya Operation and Maintenance Services Unit (OMU), terletak di sebelah timur PLTU Suralaya I-VII, Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Merak, Cilegon. PLTU berkapasitas terpasang I x 625 MW melengkapi PLTU Suralaya 1-7 yang beroperasi sejak 1984. /indonesiapower.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Transparansi informasi peta jalan atau roadmap dan perkembangan implementasi pajak karbon oleh pemerintah dinilai sangat penting karena menyangkut upaya penurunan emisi karbon, yang merupakan masalah global.

Hal tersebut disampaikan oleh pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako sebagai respons atas penjelasan pemerintah terkait pajak karbon. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pajak karbon akan berlaku pertama kali di sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.

Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui landasan kebijakan dalam penerapan pajak karbon dan rencana pengembangan ke depannya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan perlu membuka akses roadmap pajak karbon dan menjelaskan rencana pengembangannya kepada publik.

"Segala sesuatu yang diamanatkan undang-undang harus bisa diakses oleh publik. Roadmap pajak karbon bukan termasuk dokumen yang dikecualikan [untuk dipublikasikan] sehingga harus bisa diakses masyarakat," ujar Ronny pada Rabu (23/2/2022).

Menurutnya, penilaian publik terhadap kebijakan pajak karbon penting karena hal tersebut bukan semata-mata menyangkut pendapatan negara, tetapi juga upaya penanganan krisis iklim yang menjadi tantangan bersama.

Ronny sendiri menilai bahwa pemberlakuan pajak karbon terhadap sektor PLTU belum optimal karena sektor hulu, yakni pertambangan batu bara tidak turut terkena pajak. Proses bisnis karbonisasi yang menjadi landasan pemilihan sektor kena pajak karbon belum diketahui karena dokumen roadmap belum bisa diakses publik.

"Penambang batu bara itu kan perusahaan-perusahaan besar, kalau [pajak karbon] hanya di hilir jadinya kurang fair, di hulu sudah jelas ada aspek karbonnya. Proses bisnis karbonisasi itu bagaimana, harus dijelaskan," katanya.

Ronny pun menilai bahwa peninjauan dampak emisi karbon dalam proses bisnis dapat menjadi acuan dalam menentukan sektor yang akan kena pajak karbon selanjutnya. Menurutnya, jangan sampai logika pengenaan pajak karbon terhadap PLTU kembali terjadi, karena sisi hulu tidak turut menerima kewajiban perpajakan.

"Proses itu harus jelas dulu, baru kemudian bisa dinilai dengan objektif efektivitas pajak karbon [terhadap pengurangan emisi karbon dan penerimaan negara] bagaimana," ujar Ronny.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper