Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerapan Pajak Karbon ke PLTU Dinilai Belum Tentu Optimal, Ini Alasannya

Pemberlakuan pajak karbon terhadap sektor pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dinilai belum optimal karena sektor hulu, yakni pertambangan batu bara tidak turut terkena pajak.
Foto udara progres pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 yang terletak di Muara Enim, Sumatra Selatan./Istimewa
Foto udara progres pembangunan PLTU mulut tambang Sumsel 8 yang terletak di Muara Enim, Sumatra Selatan./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemberlakuan pajak karbon terhadap sektor pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dinilai belum optimal karena sektor hulu, yakni pertambangan batu bara tidak turut terkena pajak. Pemerintah perlu menyampaikan tolok ukur pemberlakuan pajak karbon dengan jelas.

Pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai bahwa belum terdapat penjelasan dari pemerintah terkait proses bisnis karbonisasi. Hal tersebut dapat menjadi landasan dan acuan penentuan sektor yang wajib membayar pajak karbon.

"Konsepnya, penambang yang menghasilkan batu bara, baru nanti dijual ke PLTU. Saat ini pajak karbon dikenakan ketika batu bara itu digunakan untuk bahan PLTU, target dasarnya di situ, tetapi menurut saya proses bisnis karbonisasi untuk [penerapan pajak karbon] ini belum jelas," ujar Ronny kepada Bisnis, Rabu (23/2/2022).

Menurutnya, sektor hulu memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi karbon. Hal tersebut karena PLTU hanya menggunakan sebagian batu bara yang mereka beli, dan batu bara itu pun mungkin tidak seluruhnya terpakai untuk operasional.

Di sisi lain, ekspor batu bara pun akan menghasilkan emisi karbon meskipun penggunanya bukanlah PLTU di Indonesia, belum lagi risiko tumpahan batu bara dari tongkang yang bisa berdampak terhadap lingkungan. Menurut Ronny, aspek-aspek tersebut harus menjadi pertimbangan dalam penentuan kebijakan fiskal terkait emisi karbon, di antaranya pajak karbon.

"Penambang batu bara itu kan perusahaan-perusahaan besar, kalau [pajak karbon] hanya di hilir jadinya kurang fair, di hulu sudah jelas ada aspek karbonnya. Proses bisnis karbonisasi itu bagaimana, harus dijelaskan," katanya.

Ronny pun menilai bahwa peninjauan dampak emisi karbon dalam proses bisnis dapat menjadi acuan dalam menentukan sektor yang akan kena pajak karbon selanjutnya. Menurutnya, jangan sampai logika pengenaan pajak karbon terhadap PLTU kembali terjadi, karena sisi hulu tidak turut menerima kewajiban perpajakan.

"Proses itu harus jelas dulu, baru kemudian bisa dinilai dengan objektif efektivitas pajak karbon [terhadap pengurangan emisi karbon dan penerimaan negara] bagaimana," ujar Ronny.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa penerapan pajak karbon hanya untuk PLTU merupakan langkah awal dari rencana pengembangan perpajakannya. Menurutnya, PLTU relatif dapat lebih terkontrol sehingga memudahkan implementasi kebijakan di awal.

"PLTU lebih dulu, salah satunya karena pembangkit listrik itu pasti urusannya dengan PT PLN (Persero), relatif terkontrol. PLN bisa menyusun seberapa besar emisi dari masing-masing PLTU batu bara dan bagaimana mekanisme pembayarannya," ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/2/2022).

Pemerintah akan melihat penerapan pajak karbon secara lebih luas di sektor-sektor lain sesuai dengan peta jalan (roadmap) pajak karbon, yakni berpotensi menyasar sektor transportasi, bangunan, dan sektor berbasis lahan. Sayangnya, hingga saat ini belum terdapat keterbukaan informasi mengenai roadmap tersebut, sehingga publik belum bisa mengaksesnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper