Bisnis.com, JAKARTA — Pajak karbon akan segera berlaku pada April 2022 sesuai ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, kebijakan itu baru diterapkan ke pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa penerapan pajak karbon hanya untuk PLTU merupakan langkah awal dari rencana pengembangan perpajakannya. Menurutnya, PLTU relatif dapat lebih terkontrol sehingga memudahkan implementasi kebijakan di awal.
"PLTU lebih dulu, salah satunya karena pembangkit listrik itu pasti urusannya dengan PT PLN (Persero), relatif terkontrol. PLN bisa menyusun seberapa besar emisi dari masing-masing PLTU batu bara dan bagaimana mekanisme pembayarannya," ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (23/2/2022).
Setelah itu, pemerintah akan melihat penerapan pajak karbon secara lebih luas di sektor-sektor lain. Menurut Suahasil, perlu adanya estimasi dan mitigasi dari penerapan pajak karbon di sektor lain, dengan berkaca dari implementasi di PLTU.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa pemerintah akan memperluas implementasi pengenaan pajak itu sesuai peta jalan pajak karbon. Rencana perluasan pun telah dibahas bersama anggota parlemen.
"Disepakati bahwa perluasan sektor akan dilihat pada 2025," ujar Febrio pada Selasa (23/2/2022).
Baca Juga
Peta jalan pajak karbon akan memuat sejumlah poin, seperti strategi penurunan emisi karbon, sektor-sektor prioritas, dan pengembangan yang mengacu kepada Nationally Determined Contributions (NDC). Pemerintah pun akan menerbitkan sejumlah aturan turunan dari UU HPP sebagai bentuk implementasi peta jalan pajak karbon.