Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan meminta dua hal kepada pemerintah untuk stabilisasi harga daging.
Harga pokok penjualan atau HPP daging yang cukup tinggi membuat pedagang kewalahan untuk menutup kerugian. Reynaldi mengataka, bahwa hingga saat ini, bahkan ada HPP mencapai Rp140.000 sementara harus dijual dengan harga Rp115.000 – Rp120.000.
“Pedagang sudah mengambil harga di rumah potong hewan [RPH] sudah tinggi, ini kesulitannya untuk menjual di harga normal,” jelas Reynaldi. Kamis (24/2/2022).
Reynaldi meminta kepada pemerintah untuk melakukan intervensi dari hulu hingga hilir. Salah satunya dengan memaksimalkan produksi daging dalam negeri melalui pemetaan sentra daging.
“Genjot sentra daging, seperti di NTB, harus digenjot agar dagingnya surplus, kalau surplus dagingnya dapat di distribusi ke wilayah yang demand-nya tinggi, seperti jabodetabek,” ujarnya.
Dia sangat mendukung pemerintah untuk mendorong produksi dalam negeri, karena banyak yang dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan. Sementara itu, pemetaan penting untuk mengetahui wilayah mana yang berpotensi menjadi sentra daging, sehingga tidak harus mengandalkan impor.
“Daging lokal kita itu rasanya jauh lebih sedap, lebih fresh, ketimbang harus impor yang beku, yang kadar airnya jauh lebih tinggi,” lanjutnya.
Pada kesempatan lain, Sekretaris Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) DKI Jakarta Mufti Bangkit Sanjaya meminta pemerintah untuk melakukan aksi nyata, salah satunya dengan melakukan subsidi.
Pasalnya, menurut Mufti, jika alasan harga daging karena Australia mematok harga yang mahal, seharusnya pemerintah melakukan kesepakatan yang jelas.
“Kalau pemerintah tidak bisa menyelesaikan secara diplomatis, setidaknya kasih subsidi seperti minyak goreng,” jelasnya.
Mufti mengkhawatirkan adanya permainan atau kartel yang ingin meraup keuntungan menjelang Ramadan mengingat kenaikan harga dirasa rutin terjadi setiap tahunnya.