Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Borong Kedelai 100 Juta Ton, Produsen Tahu Tempe Merana

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyampaikan bahwa China borong lebih dari 60 persen atau lebih dari 100 juta ton pasokan kedelai dunia untuk kebutuhan pakan ternak.
Lapak pedagang tahu tempe di Pasar Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, terlihat kosong akibat perajin di Jabodetabek melakukan aksi mogok produksi, Senin (21/02/2022)./Antara
Lapak pedagang tahu tempe di Pasar Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, terlihat kosong akibat perajin di Jabodetabek melakukan aksi mogok produksi, Senin (21/02/2022)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan kedelai di China yang tinggi mengakibatkan harga kedelai dunia ikut terkerek naik dan berdampak pada Indonesia yang harus mengeluarkan dana lebih untuk pangan tersebut. Kebutuhan kedelai Indonesia masih mengandalkan impor, karena produksi lokal yang amat minim.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyampaikan bahwa China borong lebih dari 60 persen atau lebih dari 100 juta ton pasokan kedelai dunia untuk kebutuhan pakan ternak.

“China itu membeli 60 persen hasil dari kedelai dunia, yang digunakan untuk ternak Babi, meskipun ada yang mengatakan, ‘pak kan butuh bungkilnya aja’ ya tapi kan gak bisa beli bungkilnya saja,” ujar Lutfi pada saat peresmian Pasar Purworejo, Jawa Timur, Selasa (22/2/2022). 

Lebih lanjut, Lutfi mengatakan selain China yang belanja besar-besaran, naiknya harga kedelai juga akibat beberapa hal seperti mahalnya urea dan ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Hal tersebut menyebabkan harga tepung yang naik bersamaan dengan kedelai.

 “Jadi kalau China belinya naik, harganya juga naik,” kata Lutfi. 

Data dari Trading Economics menampilkan harga kedelai dunia hingga Selasa (22/2/2022) pukul 16.55 WIB naik di kisaran 30 poin atau sekitar 1.9 persen dan terus berfluktuasi. 

Sementara itu, Lutfi mengatakan jika harga menembus lebih dari US$18 per gantang, Mendag akan mencari jalan keluar agar tidak memberatkan berbagai pihak.

“Seandainya harga naik hingga US$18 per bushel atau gantang, kita akan mengeluarkan mekanisme-mekanisme yang membantu supaya jangan terlalu memberatkan,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper