Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar akan mewarnai sejumlah agenda politik di Asia, di tengah ancaman inflasi yang memusingkan pemerintah dan bank sentral.
Dilansir Bloomberg pada Senin (21/2/2022), agenda pemilu di beberapa negara Asia juga bisa dipastikan akan terpengaruh oleh kenaikan harga bahan bakar atau bensin tersebut.
Seperti diketahui, beberapa negara Asia akan memulai perhelatan politik. India dan Korea Selatan segera menggelar pemilihan presiden pada awal Maret mendatang. Kemudian, Australia akan menggelar pemilihan umum dan Jepang akan memilih majelis tinggi dalam beberapa bulan ke depan.
Saat ini, India telah memangkas pajak ritel pada bahan bakar dan diesel pada November dan terjadi pembekuan tidak resmi pada harga sejak saat itu.
Korea Selatan memberlakukan penurunan sementara 20 persen dalam pungutan bahan bakar pada Oktober hingga April, yang dapat diperpanjang, sementara Jepang mensubsidi penyulingan untuk membuat bahan bakar motor.
Kepala Ekonom India dan Asia ex-Jepang Nomura Holdings Sonal Varma mengatakan pemerintah negara yang tingkat upahnya tertinggal di belakang inflasi paling rentan terhadap reaksi politik yang disebabkan oleh bahan bakar.
Baca Juga
"Jika negara pertumbuhan pendapatannya rendah dan inflasinya tinggi, maka akan menjadi pukulan ganda. Dan itu akan mememunculkan reaksi ekonomi dan politik," ungkapnya.
Terutama, di Asia yang mayoritas ekonomi utamanya merupakan importir minyak, tambah Varma.
Harga ritel bensin di Australia naik 80 persen sejak awal Mei 2020. Sementara itu, Jepang naik 37 persen seiring dengan pemulihan harga karena pandemi.
Di India, ada kemungkinan perusahaan BUMN setempat akan menaikkan secara tajam harga ritel bahan bakar mengikuti pemilu pada bulan depan.
Pada saat yang sama, inflasi di India yang sudah melampaui batas bank sentral sebesar 6 persen pada Januari. Upah di daerah pinggiran juga belum bisa mengimbangi yakni hanya naik 3,31 persen pada Desember 2021 dari tahun sebelumnya