Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memanggil setidaknya 11 produsen minyak goreng untuk mengusut dugaan praktik kartel.
"Kami mengagendakan pemanggilan terhadap [total] 15 produsen," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur, dikutip tempo.co, Senin (21/2/2022).
KPPU masih mendalami hasil pertemuan dengan sebelas produsen yang dipanggil sejak awal Februari. Informasi dan data yang didapat selama pemanggilan tengah dianalisis untuk kepentingan pemeriksaan.
Sejalan dengan itu, KPPU juga meminta keterangan dan data yang diperlukan dari produsen minyak goreng lainnya secara tertulis di luar 15 perusahaan yang diundang secara langsung. Deswin tidak menggamblangkan siapa saja produsen yang dimintai keterangan ihwal persoalan harga minyak.
Namun KPPU memastikan memanggil produsen minyak goreng dari pelbagai skala usaha. "Minggu ini kami fokus mengundang dari sisi retail," ujar Deswin.
KPPU sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan kartel atas mahalnya harga minyak goreng. KPPU telah menaikkan status perkara tersebut ke proses penegakan hukum.
Baca Juga
KPPU mengendus permainan harga minyak goreng yang sempat menembus lebih dari Rp 20.000 per liter di pasar atau jauh melampaui harga eceran sebelumnya. Dugaan ini tidak terlepas dari struktur industri minyak goreng yang cenderung oligopoli.
Data rasio konsentrasi atau CR yang dihimpun KPPU pada 2019 menunjukkan empat pelaku industri berskala jumbo menguasai lebih dari 40 persen pangsa pasar minyak goreng dalam negeri. Keempatnya memiliki pangsa pasar lebih dari 8 persen.
Padahal, jumlah produsen minyak goreng di seluruh Indonesia berdasarkan keanggotaan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia dan Asosiasi Industri Minyak Makanan Indonesia mencapai 74 entitas.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga sebelumnya menampik adanya permainan harga minyak goreng. Ia berujar produsen minyak goreng telah menjelaskan penyebab kenaikan harga produk melambung di pasar kepada KPPU.
Menurut dia, ini terjadi karena harga internasional minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) meningkat.“Kami berdiskusi dengan KPPU per 18 Januari 2022 perihal bagaimana terbentuknya harga sawit, bagaimana peran sawit di pasar global, dan jumlah produsen sawit di dunia,” ujar Sahat beberapa waktu lalu.