Bisnis.com, JAKARTA - Perubahan iklim akibat emisi karbon menjadi salah satu isu global yang dibahas dalam Presidensi G20. Pasalnya, perubahan iklim dapat berdampak pada berbagai sektor, termasuk pada perekonomian sebuah negara.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan, perubahan iklim ini perlu ditangani segera agar tidak berdampak pada stabilitas moneter dan sistem keuangan.
"Berdasarkan perhitungan dari beberapa ahli, biaya penanganan kerusakan akibat perubahan iklim diperkirakan lebih tinggi dari biaya penanganan masalah krisis global di 2008. Biaya penanganan kerusakan akibat cuaca ekstrem sudah mencapai US$1,52 triliun dalam 20 tahun terakhir," ungkap Destry dalam Casual Talks: Building A Resilient Sustainable Finance, Jumat (18/2/2022).
Baca Juga
Menurut perkiraan dari beberapa analis, suhu bumi diperkirakan akan meningkat sekitar 3,2 derajat Celcius dengan kerugian PDB global mencapai 18 persen jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mencegah perubahan iklim.
Kendati demikian, bila Perjanjian Paris bisa tercapai, peningkatan suhu maksimal akan di bawah 2 derajat Celcius dimana kerugian PDB global hanya terbatas pada 4 persen, berdasarkan penelitian yang dilakukan Swiss Institute.
Sebagai informasi, Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global dalam menghadapi perubahan iklim di mana perjanjian tersebut bertujuan untuk mencegah suhu bumi agar tidak melewati ambang batas 2 derajat celcius di atas tingkat di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu ke 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industrialisasi.
Untuk itulah, menurutnya isu perubahan iklim harus ditangani secara bersama-sama antar negara.