Bisnis.com, JAKARTA – Revisi UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) harus segera diselesaikan agar dapat mengatur tanggung jawab pengguna jasa truk over dimension over loading (ODOL).
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno membenarkan bahwa sudah banyak usulan dan masukan yang dibahas dalam revisi UU tersebut. Namun, belum banyak pihak yang sepakat mengenai sejumlah masukan tersebut dan pembahasan revisi juga belum berlanjut di DPR.
“Sudah dimasukkan [dalam draf revisi] tapi belum dibahas oleh DPR lagi karena belum masuk prolegnas. Karena dalam perspektif hukum pemilik barang belum dimasukkan sehingga pemilik truk atau pengemudi bisa dikenakan pasal berlapis yang merugikan sesuai ketentuan dalam UU No. 22/2009,” ujarnya, Kamis (17/2/2022).
Dia pun meminta pemerintah segera merevisi UU LLJA. Pemilik barang yang membiarkan barangnya dibawa berlebihan tutur Djoko, harus diberikan sanksi yang sesuai agar tidak mengulangi pelanggaran.
"Yang ditindak tidak hanya pengemudi, karena mereka hanya unsur hilir. Selama ini hanya sopir yang kerap jadi tumbal dari aksi ODOL," tekannya.
Sependapat, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan dalam UUNo.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sanksi yang diberikan kepada para pelanggar kebijakan angkutan barang kelebihan muatan dan dimensi atau over dimension over load (ODOL) masih terbilang ringan.
Budi menyebut, selama ini sanksi yang diberikan maksimal hanya denda Rp500.000. Angka tersebut dinilai terlampau kecil sehingga tidak berefek jera bagi para pelanggar ODOL di jalanan.
"Saya termasuk orang yang mengkritik dan sudah menunggu kapan UU No. 22 ini akan direvisi. Sebetulnya kemarin sudah masuk prolegnas tapi yang diutamakan masih Undang-undang jalan," katanya.
Menurut Budi, seharusnya nominal denda dan masa kurungan bagi para pelanggar ditambah mengingat pelanggaran ODOL ini sudah mengganggu. Tak hanya menjadi penyebab kecelakaan tetapi juga keberadaannya merusak jalan.
Pemberian sanksi, lanjutnya, tidak terfokus kepada pengendara atau pemilik kendaraan, tetapi juga pemilik barang.