Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca minyak dan gas (migas) mengalami defisit yang lebar mencapai US$1,33 miliar pada Januari 2022. Defisit neraca migas itu disebabkan karena nilai impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor pada awal tahun ini.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS Setianto mengatakan nilai impor Januari 2022 meningkat 43,66 persen dari posisi US$1,55 miliar menjadi US$2,23 miliar secara tahunan atau year-on-year (yoy).
“Untuk impor migas ini meningkat 43,66 persen dari US$1,55 miliar pada Januari 2022 menjadi US$2,23 miliar pada Januari 2022,” kata Sentiato saat konferensi pers daring, Selasa (15/2/2022).
Di sisi lain, Sentiato menambahkan nilai ekspor pada Januari 2022 mengalami peningkatan tipis sebesar 1,96 persen dari tahun sebelumnya dari posisi US$0,88 miliar menjadi US$0,90 miliar.
“Jika kita bandingkan secara bulanan dengan Desember 2021 terlihat ada penurunan dan ini lebih karena pola musiman, kalau kita bandingkan Desember dua tahun terakhir selalu mengalami penurunan secara bulanan,” kata dia.
BPS melaporkan neraca perdagangan pada Januari 2022 kembali mengalami surplus sebesar US$930 juta. Surplus ini menurun drastis dibandingkan surplus pada Desember 2021, sebesar US$ 1,02 miliar. Setianto mengungkapkan neraca perdagangan Indonesia telah membukukan surplus selama 21 bulan beruntun.
"Komoditas non migas penyumbang surplus terbesar lemak/minyak hewan nabati, kedua bahan bakar mineral, serta besi dan baja," paparnya, Selasa (15/2/2022).
Setianto juga mengungkapkan surplus yang lebih rendah dipicu oleh faktor penurunan ekspor akibat faktor musiman yang terjadi dalam dua tahun terakhir.