Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyatakan kebijakan cukai minuman berpemanis tidak efektif dalam menekan prevalensi penyakit tidak menular (PTN).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan jika tujuan dari kebijakan tersebut menyasar pada kesehatan, maka yang diutamakan adalah edukasi kepada konsumen. Selain itu, untuk ikut mendukung pengurangan prevalensi PTN, industri telah berupaya melakukan reformulasi dengan mengurangi kandungan gula.
"Banyak perusahaan sudah melakukan reformulasi antara lain dengan mengurangi kemanisa, kemudian mengedukasi konsumen supaya memilih makanan-makanan yang lebih sehat," kata Adhi kepada Bisnis, Selasa (25/1/2022).
Menurut Adhi, jika cukai minuman berpemanis diterapkan, dampak yang pasti akan terasa adalah kenaikan harga yang juga dibebankan kepada konsumen dan berpeluang menggerus daya beli. Tetapi, jika tidak dilakukan edukasi, konsumen akan tetap mencari sumber kandungan gula lain di luar makanan olahan industri.
Adhi mengatakan pihaknya akan tetap menyampaikan kepada pemerintah bahwa akan lebih tepat untuk menggalakkan edukasi. Adapun, upaya produsen untuk secara bertahap menurunkan kadar gula dalam produknya dinilai merupakan salah satu bentuk edukasi agar konsumen tidak langsung resisten ketika kandungan pemanis dihilangkan sama sekali.
"Kalau langsung dihilangkan manisnya, mereka tidak bisa terima. Jadi kami turunkan secara bertahap, kemudian kami edukasi juga," lanjutnya.
Sebelumnya diketahui, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mempertimbangkan untuk menunda penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis hingga tahun depan. Ekstensifikasi pungutan tersebut sedianya akan mulai diberlakukan pada tahun ini.
Adapun, penundaan penerapan cukai mempertimbangkan situasi pemulihan ekonomi nasional yang masih berlangsung.