Bisnis.com, JAKARTA — Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan bakal bertemu langsung dengan Presiden AS Donald Trump sekitar bulan September-Oktober 2025.
Prabowo dinilai bakal terus menerus melakukan negosiasi terhadap kebijakan perdagangan AS setelah penetapan tarif impor Indonesia sebesar 19%.
Keputusan itu diambil usai negosiasi panjang oleh pemerintah Indonesia dan disampaikan ketika Prabowo dan Trump berbincang lewat telepon. Hasilnya, tarif impor terhadap produk dan barang dari Indonesia turun ke 19% dari sebelumnya 32%.
Kendati demikian, Presiden Trump menyebut sebaliknya impor dari AS ke Indonesia akan dikenakan tarif 0%. Hal itu bagian dari kesepakatan yang dicapai antara kedua negara.
Prabowo menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan terus menerus ke depannya melakukan negosiasi dengan Negeri Paman Sam itu. Utamanya untuk menghindari potensi terjadinya defisit neraca perdagangan di antara keduanya.
"Ya kita terus akan [nego tarif dengan AS], namanya hubungan dagang itu terus-menerus kita negosiasi," ungkap Prabowo kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Baca Juga
Meski demikian, Prabowo tidak memerinci lebih lanjut soal bagaimana pemerintah akan secara terus melakukan negosiasi. Namun demikian, dia mengungkap akan bertemu dengan Trump sebelum 2025 berakhir.
"Beliau [Trump] katakan mungkin bertemu sekitar September atau Oktober," ujar Prabowo.
Di sisi lain, Prabowo menyebut sudah sudah melakukan perhitungan atas potensi dampak terhadap perekonomian Indonesia imbas tarif 0 bagi produk dan barang dari AS ke Indonesia.
Pria yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut telah berunding dengan Trump dalam kaitannya dengan kesepakatan dagang tersebut.
"Semua sudah kita hitung, semua kita berunding. Kita juga memikirkan yang penting bagi saya adalah rakyat saya. Yang penting saya harus lindungi pekerja-pekerja kita. Walaupun kita juga punya sikap. Ini tawaran kita, kita tidak mampu memberi lebih. Tapi yang penting bagi saya, pekerja-pekerja kita aman," terangnya.
Prabowo lalu menyatakan tetap optimistis bahwa perekonomian Indonesia masih kuat meskipun adanya kesepakatan perdagangan dengan AS.
Sebagaimana diketahui, AS adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Pada 2025 saja, negara adidaya itu merupakan di antara negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), China, AS dan India tetap menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia. Salah satunya untuk nonmigas. Pangsanya mencapai 41,16% dari total ekspor nonmigas Indonesia.
Sepanjang Januari-Mei 2025, AS memiliki pangsa ekspor nonmigas RI sebesar 11,42%. Pangsa itu lebih rendah dari China sebesar 22,87%, namun lebih tinggi dari India yakni 6,87%.
Nilai ekspor nonmigas RI ke AS tercatat sebesar US$12,11 miliar yang utamanya terdiri atas mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) senilai US$2,22 miliar, alas kaki (HS 64) senilai US$1,08 miliar, serta pakaian dan aksesoris lainnya atau rajutan (HS 61) senilai US$1,02 miliar.
“Mesin dan perlengkapan elektrik juga mencatatkan penambahan nilai ekspor nonmigas tertinggi ke Amerika Serikat secara ctc, yaitu naik sebesar US$541,45 juta,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, Selasa (1/7/2025).
Indonesia menyepakati impor besar-besaran dari Amerika Serikat, termasuk pesawat Boeing, energi, dan produk pertanian serta peternakan. Kesepakatan ini membuka akses penuh bagi produk AS ke pasar Indonesia, namun memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap sektor pertanian dan peternakan lokal.