Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lumpur Lapindo Disebut Kandung Logam Super Langka, Bakrie atau Pemerintah yang Menguasai?

Potensi kandungan harta karun logam tanah jarang dalam lumpur Lapindo diungkapkan oleh Kementerian ESDM pekan lalu. Kawasan ini sendiri diusahakan oleh kelompok Bakrie melalui Minarak Lapindo Jaya, namun pemerintah telah memberi talangan untuk menyelesaikan ganti rugi masyarakat terdampak. Lalu siapa yang memiliki kawasan ini?
Area terdampak lumpur di area pengeboran minyak Brantas yang dikelola Lapindo
Area terdampak lumpur di area pengeboran minyak Brantas yang dikelola Lapindo

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengumumkan tengah meneliti kandungan logam super langka dalam material lumpur Lapindo, Sidoarjo. 

Penelitian ini disampaikan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono pada pekan lalu. Menurut dia kajian intensif potensi kandungan logam tanah jarang dan critical raw material yang sangat langka di bumi dalam Lumpur Lapindo, Sidoarjo sebagai tindak lanjut penjajakan awal yang sempat dilakukan oleh Badan Geologi bekerja sama dengan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara pada 2020. 

“Secara umum di daerah ini di Sidoarjo memang ada indikasi terkait dengan keberadaan logam tanah jarang ya, selain itu ada logam lain ada critical raw material yang jumlahnya justru lebih besar,” kata Eko.

STATUS KEPEMILIKAN AREAL LUMPUR LAPINDO

Atas temuan awal ini, siapakan yang berpotensi mengeruk cuan jika kandungan logam sangat berharga ini terbukti? Pasalnya, disebut-sebut sebagian ganti rugi berasal dari pihak Lapindo. Sedangkan lainnya, ditanggung oleh pemerintah. 

Bisnis mengkonfirmasi kepada Sekretaris Perusahaan Minarak Group Ananda Arthaneli. Menurutnya, status kawasan mengacu kepada peta area terdampak (PAT) 22 Maret 2007. 

"Bahwa tanah dan bangunan tersebut [kini tertimbun lumpur Lapindo] yang merupakan bagian dalam PAT 22 Maret 2007 yang sudah dilakukan jual beli oleh PT Minarak Lapindo Jaya," katanya, Minggu (23/1/2022). 

Namun demikian, dia mengakui area ini merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi sesuai yang diatur Perpres 76 tahun 2015 dan diatur dalam Perjanjian Dana Antisipasi. "Saat ini kami masih berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan settlement [penyelesaiannya]," katanya. 

Sebagai gambaran, timah dan logam tanah jarang memiliki hubungan yang cukup erat. Logam tanah jarang diperoleh dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit. Jenis ini paling memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sejumlah produk. 

Selain itu, timah tanah jarang juga dapat dimanfaatkan untuk industri kesehatan, seperti teknologi pendeteksi kanker dan jenis penyakit lagi. Lainnya adalah pembangkit listrik, penyimpanan listrik, dan pendukung tambang, hingga kebutuhan untuk kendaraan bermotor berbasis baterai. 

Kajian potensi mineral pertambangan timah yang sempat dilakukan Kementerian ESDM pada 2017 menemukan volume endapan mengandung logam tanah jarang di Indonesia cukup besar. Di Sumatra terdapat setidaknya 19.000 ton logam tanah jarang. 

Kemudian di Pulau Bangka Belitung sekitar 383.000 ton, serta Kalimantan dan Sulawesi masing-masing memiliki minimal 219 dan 443 ton logam tanah jarang. Di tingkat global, China memproduksi 84 persen dari total produksi logam tanah jarang dunia. Kemudian Australia 11 persen, Rusia 2 persen, Brazil dan India sebanyak 1 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper