Bisnis.com, JAKARTA - Surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$35,34 miliar pada 2021. Nilai surplus tersebut merupakan rekor tertinggi sejak 15 tahun terakhir atau sejak 2006, ketika surplus neraca perdagangan mencapai US$39,37 miliar.
Kinerja surplus sepanjang 2021 ditopang dari nilai ekspor yang mencapai US$231,54 miliar atau tumbuh double digit sebesar 41,88 persen (yoy). Hilirisasi komoditas unggulan, seperti turunan produk CPO, berhasil mendorong performa ekspor Indonesia.
Hal tersebut tercermin dari ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) yang sepanjang 2021 mencapai US$32,83 miliar atau meningkat sebesar 58,48 persen (yoy).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kinerja ini akan meningkatkan resiliensi sektor eksternal Indonesia, sehingga semakin kuat menghadapi berbagai tantangan yang diperkirakan masih berlanjut di tahun ini.
Selain CPO, hilirisasi komoditas nikel juga memperkuat performa ekspor Indonesia, dengan pertumbuhan ekspor komoditas nikel dan barang daripadanya (HS 75) mampu tumbuh sebesar 58,89 persen (yoy) menjadi sebesar US$1,28 miliar.
Lebih lanjut, dari 10 besar komoditas utama ekspor, komoditas bijih logam, terak dan abu (HS 26) mengalami pertumbuhan tertinggi yakni 96,32 persen (yoy) menjadi sebesar US$6,35 miliar. Diikuti oleh ekspor komoditas besi dan baja (HS 72) yang juga naik signifikan mencapai 92,88 persen (yoy) menjadi senilai US$20,95 miliar.
Baca Juga
“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut. Tercermin pula dari meningkatnya penciptaan nilai tambah pada sektor manufaktur. Terbukti secara kumulatif, ekspor non migas hasil industri pengolahan Januari - Desember 2021 naik 35,11 persen (yoy) menjadi sebesar US$177,11 miliar,” kata Menko Airlangga.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai kinerja ekspor dan impor Indonesia tahun 2021, memang semakin membaik seiring dengan dukungan pemerintah untuk terus meningkatkan nilai tambah produk ekspor melalui hilirisasi komoditas berbasis sumber daya alam (SDA), serta peningkatan daya saing.
"Ke depannya kita masih perlu terus mewaspadai dinamika perekonomian global dan domestik yang akan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan Indonesia," ujar Febrio.