Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah harus rela mengorbankan penerimaan dari sektor hulu minyak dan gas bumi untuk implementasi pemberian harga gas khusus kepada industri tertentu dan juga sektor kelistrikan.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, dalam implementasi kebijakan harga gas bumi US$6 per MMbtu untuk industri tertentu dan sektor kelistrikan sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM, penerimaan negara dari sektor hulu migas telah mengalami penurunan.
“Ada penurunan penerimaan negara kurang lebih US$1 miliar sampai dengan US$1,2 miliar pada 2021 dan 2022. Kemungkinan akan bertambah lagi seiring dengan tumbuhnya usulan dari Kemenperin untuk perusahaan-perusahaan yang masuk masuk dalam kategori 7 industri yang mendapatkan harga gas bumi tertentu,” ujarnya dalam paparan yang digelar pada Senin (17/1/2022).
Arief menjelaskan, pada tahun ini tengah diusulkan untuk menambah sekitar 10 industri lagi yang akan mendapatkan harga gas khusus tersebut.
Untuk itu, pihaknya terus berkomunikasi dengan secara intensif dengan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan stakeholders terkait lainnya agar penerimaan negara tidak sampai tekor atas penerapan aturan tersebut.
Pasalnya, selain pengurangan penerimaan pendapatan, pemerintah juga masih harus membayarkan kewajibannya kepada kontraktor berupa reimbursement, domestic market obligation (DMO) fee, dan fee atas penjualan gas.
Baca Juga
“Dipastikan dulu di Kemenkeu dengan kita tambah 10 industri baru, dan volumenya bertambah itu penerimaan negara setelah dikurangi faktor pengurang tadi sudah cukup untuk mengompensasi harga gas yang ada di hulu,” jelasnya.
Kendati demikian, Arief memastikan sektor hulu migas bakal mendukung kebijakan tersebut, karena akan mengurangi beban pemerintah dalam memberikan subsidi kepada sektor kelistrikan dan pupuk.
“Yang kami lakukan di SKK Migas di Kepmen ESDM, kami menjaga dengan penurunan itu penerimaan negara tidak sampai minus, kami harus menghitung penerimaan migas dikurangi kewajiban negara,” jelasnya.