Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tidak memperpanjang insentif pajak penghasilan (PPh) 21 untuk karyawan di 2022. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan pihaknya sudah menyiapkan kebijakan perpajakan yang lebih baik dari insentif tersebut bagi karyawan pada tahun ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru disahkan kuartal IV/2021 lalu, seluruh wajib pajak orang pribadi (WP OP) menikmati insentif dalam bentuk kenaikan batas bawah dari bracket.
Dalam beleid perpajakan tersebut, diatur pelebaran penghasilan kena pajak terendah menjadi Rp60 juta atau lebih tinggi dari sebelumnya yaitu Rp50 juta. Berarti, secara permanen, batas bawah bracket semua pajak orang pribadi dinaikkan ke Rp60 juta.
Febrio menilai hal itu bisa memberikan insentif bagi masyarakat yang lebih luas, terutama kelompok pendapatan kelas menengah.
"[UU HPP] malah lebih progresif daripada [insentif PPh 21]. UU HPP untuk karyawan atau wajib pajak orang pribadi. Jadi bukan hanya karyawan saja atau beberapa juta karyawan saja yang menikmati PPh 21 DTP sebelumnya. Sekarang, semua wajib pajak pribadi itu menikmati insentif dalam bentuk kenaikan batas bawah dari bracketnya itu," tutur Febrio pada taklimat media, Rabu (12/1/2022).
UU HPP juga mengatur sejumlah aturan baru di antaranya penambahan layer PPh OP untuk yang memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar per tahunnya. Penambahan tarif pajak ditetapkan sebesar 35 persen.
Baca Juga
Febrio lalu menegaskan bahwa pemberian insentif pajak berdasarkan sektor di 2022 akan lebih selektif. Artinya, pemberian insentif akan diprioritaskan untuk sektor-sektor yang belum atau lebih lambat pulih.
Dia menilai sejumlah sektor seperti manufaktur, perdagangan, pertanian, dan pertambangan sudah cukup pulih. Sehingga, penyaluran insentif pajak akan difokuskan untuk sektor-sektor lain yang masih membutuhkan dukungan pemerintah.
Selain sektor kesehatan, Febrio menyebut sektor transportasi umum dan pariwisata merupakan beberapa sektor yang masih menjadi fokus penyaluran insentif perpajakan pada 2022.
"Sekarang kita masih pakai logika yang sama. Misalnya, perekonomian Bali itu dua tahun berturut-turut terkontraksi. Tahun 2020 -9 persen dan 2021 masih -3 persen. Jadi, kita fokus memberikan insentif ini. Saya yakin masyarakat mengerti. Yang lebih berhak dan membutuhkan lah yang kita berikan [insentif pajak]," jelasnya.