Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Rumah Sakit, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) memastikan kinerja layanan kesehatan untuk perawatan pasien Covid-19 tidak terganggu meski tagihan rumah sakit rujukan sebesar Rp22,99 triliun belum dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun anggaran 2021.
Kepastian itu disampaikan saat terjadi potensi lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron pada awal tahun ini.
Head of Investor Relation Mitra Keluarga Karyasehat Aditya Widjaja mengatakan, perseroan tidak mengalami kendala serius ihwal penagihan pembayaran klaim perawatan pasien konfirmasi positif Covid-19 kepada Kemenkes sepanjang 2021.
“Walaupun memang dispute masih terjadi, lebih dikarenakan proses administrasi dan kelengkapan saja, dan sejauh ini masih terbilang manageable,” kata Aditya melalui pesan WhatsApp, Selasa (4/1/2022).
Dengan demikian, dia memastikan, MIKA bakal tetap memberikan layanan optimal seiring dengan potensi lonjakan kasus konfirmasi positif Covid-19 akibat Varian Omicron pada awal tahun ini.
MIKA juga bakal mengalokasikan 40 persen dari keseluruhan kapasitas perawatan yang ada untuk pasien Covid-19 tahun ini.
Baca Juga
“Untuk oksigen, sejak gelombang varian Delta kemarin kami juga sudah menambah tabung-tabung oksigen tambahan di masing-masing rumah sakit untuk antisipasi jika pasokan oksigen dari penyimpanan tidak cukup,” tuturnya.
Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan terdapat 468.611 kasus klaim perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit yang belum rampung dibayarkan sepanjang 2021.
Adapun, nilai klaim perawatan pasien Covid-19 itu mencapai Rp22,99 triliun yang mayoritas berasal dari rumah sakit swasta dan milik pemerintah daerah.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes Siti Khalimah mengatakan, tunggakan pembayaran klaim itu sebagian besar disebabkan karena alasan kelengkapan dokumen yang tidak memadai dari rumah sakit terkait.
Istilahnya, penundaan pembayaran klaim itu mayoritas karena masalah dispute yang dilaporkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Sebagian besar dispute itu sebenarnya bisa dibayarkan kalau dilihat, dispute ini misalnya pasien konfirmasi, tapi tidak ada dokumen hasil laboratoriumnya. Jadi kelengkapan dokumen itu kadang tidak cocok dengan klaimnya,” kata Siti melalui sambungan telepon, Selasa (4/1/2022).
Kendati demikian, Siti mengatakan, realisasi pembayaran klaim kepada rumah sakit rujukan Covid-19 itu relatif sudah berjalan optimal.
Berdasarkan data yang diterima Bisnis, posisi klaim sampai tanggal 24 Desember mencapai Rp85,67 triliun dari 1,61 juta kasus. Dari jumlah klaim itu, Kemenkes sudah membayar sebesar Rp62,67 triliun atau rampung melunasi 1,14 juta kasus hingga akhir 2021.
Sementara itu, terdapat 149.739 klaim dengan nilai mencapai Rp5,49 triliun pada 2020 tidak bisa dibayarkan. Alasannya, 70 persen klaim yang ditarik hingga 2021 dikategorikan dispute, dan 30 persen lainnya kedaluwarsa.
“Kedaluwarsa itu rumah sakit diberi tenggat 14 hari untuk mengumpulkan dokumen, kadang ada rumah sakit yang terlambat, dia itu tidak bisa dibayar dan disebut kedaluwarsa,” kata dia.
Ihwal sisa tagihan yang belum lunas pada tahun anggaran 2021, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memerintahkan jajarannya untuk segera membayar klaim rumah sakit yang layak hingga triwulan pertama tahun ini.
Harapannya, pembayaran klaim itu dapat membantu kinerja rumah sakit di tengah potensi meningkatnya kasus Covid-19 akibat varian Omicron pada awal tahun ini.
“Kemarin Pak Menkes minta triwulan satu ini sudah mulai dikerjakan, mudah-mudahan tidak terjadi [lonjakan kasus],” tuturnya.