Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan pemerintah lebih memberikan tanggung jawab pemenuhan pasokan batu bara untuk kebutuhan listrik dalam negeri.
Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan pemberian tanggung jawab tersebut lantaran area tambang pelaku usaha cukup beragam dari kecil hingga besar. Saran ini disampaikan seiring dengan langkah pemerintah melarang ekspor batu bara bagi seluruh pelaku usaha tambang hingga 31 Januari 2021.
"Yang besar di saat ini baiknya lebih diberikan tanggung jawab. Skala pengusaha tambang juga ada yang besar, menengah dan kecil, untuk mengatasi persoalan ini," katanya kepada Bisnis, Minggu (2/1/2022).
Aspebindo menegaskan dukungan langkah pemerintah untuk mengutamakan kepentingan dalam negeri. Tetapi, pemerintah dinilai perlu memperhatikan keadilan dan tata kelola secara bisnis yang telah berjalan.
Adapun sejumlah perusahaan pertambangan besar di dalam energi diantaranya anak usaha PT Bumi Resources Tbk. (BUMI); PT Kaltim Prima Coal; PT Adaro Energy Tbk. (ADRO); Berau Coal, anak usaha PT Indika Energy Tbk. (INDY); PT Kideco Jaya Agung; PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG); hingga PT Bukit Asam Tbk. (PTBA).
Di sisi lain, Aspebindo tetep mengusulkan pemerintah untuk meningkatkan harga domestic market obligation (DMO) batu bara. Asosiasi mengusulkan harga DMO sebesar US$90 per metrik ton dari ketetapan pemerintah US$90 per metrik ton.
Kenaikan harga ini, kata Anggawira, untuk mengurangi disparitas harga antara DMO dan ekspor. Hingga kini nilai ekspor komoditas tersebut berada di kisaran US$150 - US$170 per metrik ton.
"Makanya kita minta ada kenaikan harga untuk mengurangi disparitas harga," katanya.
Meski begitu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menegaskan DMO tetap berada di angka yang telah ditetapkan. Sementara harga khusus US$90 per metrik ton hanya untuk industri pupuk dan semen.
Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.