Bisnis.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan bahwa titik berhenti langsir dari rangkaian LRT Jabodebek tidak jelas hingga akhirnya berujung insiden tabrakan pada 25 Oktober 2021.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT Suprapto mengatakan bila titik berhenti tersebut jelas maka dapat dijadikan pedoman oleh teknisi/masinis sehingga bisa memperkirakan berapa kecepatan dan pengereman yang tepat.
"Jadi saat itu mereka patokannya nggak jelas itu titik berhentinya di mana. Kan mestinya kalau titik berhenti udah jelas itu jadi pedoman. Mestinya dites dulu kalau memang dia mau kecepatan berapa, ngerem berapa itu bisa nanti tepat, nggak nabrak," katanya, Kamis (30/12/2021).
Namun begitu, menurut Suprapto ketidakjelasan titik berhenti langsir tersebut hanya salah satu dari sejumlah temuan KNKT terkait insiden tabrakan yang melibatkan trainset (TS) 29 dan 20 LRT Jabodebek pada petak Jalan antara Stasiun Ciracas dan Stasiun Harjamukti itu.
Pasalnya selain itu, KNKT juga menemukan jarum speedometer analog pada MC1 TS 29 berhenti pada posisi 50 km/jam. SOP langsir di mainline sesuai pembatasan kecepatan (taspat) dan turunkan menjadi 3 km/jam ketika melihat kereta di depannya.
Selain itu, lanjutnya, SOP langsir juga belum mengatur metode komunikasi. Pada insiden tersebut tim uji coba menggunakan aplikasi WhatsApp dari telepon seluler. Pada lengkung sebelum lokasi tabrakan, pandangan teknisi juga terhalang pepohonan.
"Hasil download kedua HMI TS 29 tidak sesuai dengan tanggal dan waktu kejadian serta SDiag [on board diagnostic] juga tidak merekam data," sambung Suprapto.
Kemudian dia melanjutkan, teknisi/masinis TS 29 juga mengalami distraksi akibat penggunaan ponsel dan tidak fokus melihat kecepatan dan posisi kereta. Sun visor (penghalang cahaya matahari) juga diturunkan dan menutup atau membatasi pandangan bebas teknisi/masinis.
"KNKT juga menemukan ergonomi kabin tidak optimal [desain kursi berputar, layout dashboard tidak terjangkau], terdapat plat cover pada tombol emergency brake, dan kompetensi teknisi belum memenuhi persyaratan masinis LRT Jabodebek," imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Kasubdit Rekayasa dan Peningkatan Keselamatan Direktorat Keselamatan KA DJKA Catur Wicaksono. Menurutnya diperlukan adanya penambahan tanda batas akhir yang pasti dari pergerakan sarana LRT Jabodebek untuk menjamin kepastian sarana berhenti secara tepat.
Bukan itu saja, dia juga menyoroti penggunaan alat komunikasi yang harus dipastikan karena akan menjamin komunikasi seluruh tim.
"Terkait dengan penggunaan alat komunikasi, ini menegaskan penggunaan peralatan dalam voice clear itu harus dipastikan karena ini menjamin komunikasi antara tim yang di sarana, tim yang di lapangan, ataupun tim yang di stasiun," katanya dikutip dari tayangan video Satuan Kerja LRT Jabodebek, Rabu (29/12/2021).
Catur menambahkan, diperlukan juga penyempurnaan kemampuan personil atau awak sarana perkeretaapian (ASP) dalam penggunaan peralatan. Harus ada pengarahan kepada para ASP yang nantinya akan melakukan pergerakan pemindahan sarana LRT Jabodebek sehingga mereka memahami kondisi prasarana atau sarananya.