Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PDB Dunia Mencapai US$100 Triliun pada 2022, Dominasi China Semakin Nyata

China diperkirakan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2030.
Pembangunan apartemen di China/ Bloomberg
Pembangunan apartemen di China/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - PDB dunia diperkirakan akan mencapai US$100 triliun pada 2022, sebanyak 2 tahun lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya yang didukung oleh pemulihan pandemi. Namun, bayangan inflasi menjadi tantangan utama bagi negara-negara di dunia.

Hal tersebut seperti yang terlihat dari hasil riset World Economic League Table 2021 yang dilakukan oleh Centre for Economics and Business Research (CEBR) pada Minggu (26/12/2021).

"Setahun yang lalu, kami berharap dampak ekonomi dari pandemi akan mereda dengan relatif cepat. Kami memperkirakan PDB dunia dalam dolar pada 2022 akan lebih tinggi daripada sebelum pandemi dan mencapai lebih dari US$100 triliun untuk pertama kalinya di tahun itu," seperti dikutip dari laporan tersebut.

Lembaga think tank yang berbasis di London ini mengungkapkan bahwa meski terdorong oleh pemulihan, PDB global akan sulit terangkat jika inflasi masih menghantui. Bahkan, pembuat kebijakan akan sulit menghindari resesi.

"Isu penting untuk tahun 2020-an adalah bagaimana ekonomi dunia mengatasi inflasi. Kami berharap penyesuaian yang relatif sederhana pada anakan akan membawa elemen non permanen terkendali. Jika tidak, maka dunia perlu bersiap menghadapi resesi pada 2023 atau 2024," kata Wakil Ketua CEBR Douglas McWilliams seperti dikutip dari Bloomberg.

Dalam riset yang sama, China diprediksi akan mengambil alih posisi Amerika Serikat pada 2030, dua tahun lebih lambat dari perkiraan tahun lalu.

Perekonomian China melemah seiring dengan kemunculan varian omicron dan terpukulnya sektor properti akibat likuiditas yang buruk. Hal ini juga telah membuat Bank Dunia pada Oktober memangkas proyeksi pertumbuhan negeri panda tahun depan dari 8,5 persen menjadi 8,1 persen.

Alhasil, bank sentral China mengambil tindakan pelonggaran untuk mendukung perekonomian. Dalam pernyataan pada Sabtu setelah pertemuan yang dipimpin Gubernur Yi Gang, Bank Rakyat China (PBOC) akan lebih proaktif menggunakan alat kebijakan moneter.

Selain itu, akan ada “penggunaan yang baik” dari fungsi kuantitatif dan struktural alat kebijakan moneter, mengacu pada penyesuaian likuiditas di pasar dan kebijakan yang ditargetkan pada kelompok tertentu. Bank sentral juga berjanji akan mendukung kesehatan pada sektor properti dan melindungi hak konsumen.

Pada saat bank sentral dunia mengetatkan kebijakan untuk melawan inflasi, PBOC justru akan membiarkan perbankan menurunkan acuan bunga kredit sebesar 5 basis poin setelah membebaskan 1,2 triliun yuan (US$188 miliar) dengan memangkas rasio cadangan minimum (RRR).

CEBR juga memprediksi adanya pengetatan kebijakan moneter di AS untuk menangani inflasi yang sudah di atas target.

"Kami memperkirakan kontribusi AS terhadap PDB global akan semakin berkurang dalam beberapa tahun ke depan dan akhirnya diambil alih oleh China sebagai ekonomi terbesar di dunia. Kami memperkirakan ini terjadi pada 2030, 2 tahun lebih lambat dari pada edisi WELT sebelumnya," seperti dikutip dari riset tersebut.

Hal ini karena pertumbuhan yang begitu cepat di Amerika Serikat. Adapun PDB akan diperkirakan tumbuh sekitar 2 persen per tahun mulai 2024.

Proyeksi pertumbuhan PDB Amerika Serikat bisa jadi semakin terpangkas setelah penolakan terhadap paket kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden senilai US$2 triliun dari Senator Joe Manchin, seperti yang diprediksi oleh Goldman Sachs.

Namun, Presiden Biden mengatakan masih ada kemungkinan dia dapat mencapai kesepakatan dengan Manchin untuk mendapatkan persetujuan Kongres, meskipun Partai Demokrat Virginia Barat menolak tindakan tersebut.

“Saya masih berpikir ada kemungkinan untuk menyelesaikan Build Back Better,” kata Biden di Gedung Putih pada Selasa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper