Bisnis.com, JAKARTA – Aksi mogok kerja pegawai PT Pertamina (Persero) salah satunya didasari oleh tuntutan pergantian Direktur Utama perusahaan pelat merah tersebut.
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, terkait dengan ketidakharmonisan antara manajemen dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), pihaknya masih perlu mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak.
Sementara itu, untuk tuntutan pergantian direktur utama, pria yang akrab disapa Ahok itu tidak dapat berkomentar banyak.
“Soal ganti Dirut, itu wewenang di Kementerian BUMN,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/12/2021).
Sekadar informasi, dalam surat Nomor 113/FSPPB/XII/2021-TH tentang edaran mogok kerja yang dibuat pada 17 Desember 2021, disebutkan bahwa FSPPB bakal melakukan mogok kerja yang terhitung sejak 29 Desember 2021 sampai dengan 7 Januari 2022.
Aksi mogok kerja yang dilakukan FSPPB disebabkan oleh tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan perjanjian kerja bersama (PKB) di Pertamina antara pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB. Pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB gagal melakukan perundingan.
Baca Juga
Di samping itu, FSPPB menilai tidak adanya itikad baik dari Direktur Utama untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan, serta tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh oleh FSPPB.
Selain itu, alasan lainnya adalah diabaikannya tuntutan kepada Menteri BUMN untuk mengganti pimpinan atau Direktur Utama pertamina dengan yang lebih baik.
FSPPB menyatakan, aksi mogok kerja dapat dihentikan sebelum jangka waktu yang disampaikan apabila tuntutan yang dilayangkan sesuai dengan surat kepada Menteri BUMN telah dipenuhi, atau manajemen bersedia melakukan perundingan dengan syarat-syarat yang pernah disampaikan kepada Direktur SDM Pertamina pada agenda pra-perundingan PKB yang berlangsung di Cirebon pada 8–10 Desember 2021.
“Sudah saya sampaikan ke Direktur SDM untuk adil dan terbuka dalam bahas perundingan,” ujar Ahok.