Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menegaskan program hotel karantina tidak menguntung secara bisnis jika dibandingkan dengan program komersial lainnya.
Hal itu disampaikan Maulana untuk menjawab tudingan miring ihwal tarif karantina yang dinilai terlalu mahal oleh sebagian masyarakat.
Maulana menuturkan, pelaku hotel sudah menetapkan tarif yang relatif rendah jika dibandingkan dengan penawaran kamar komersial lainnya.
Menurut Maulana, tarif hotel itu terkesan mahal lantaran durasi karantina yang relatif panjang dengan tambahan struktur pembiayaan berkaitan dengan isolasi mandiri tersebut.
“Yang namanya hotel karantina itu secara bisnis sebenarnya tidak menguntungkan, karena harganya itu flat, berbeda dengan kami menjual kamar dengan struktur seperti umumnya, mereka itu harganya dinamis,” kata Maulana melalui sambungan telepon, Rabu (22/12/2021).
Maulana menambahkan, harga kamar hotel komersial belakangan sudah mulai bergerak naik seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat dalam negeri. Di sisi lain, paket kamar karantina tidak dapat ikut terkerek naik lantaran sifat harga yang ditawarkan sebelumnya sudah baku.
Ihwal tarif paket karantina yang mahal itu, dia memerinci, pelaku usaha hotel mesti menghitung komponen biaya, seperti makan tiga kali sehari, transportasi, tenaga kesehatan, pengamanan, laundry, hingga tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR).
“Pihak hotel menetapkan harga itu sesuai dengan komponen biaya sebagai dasar pembentukan harga. Akhirnya, hotel bintang dua itu hanya Rp300 ribu per malamnya, yang dilihat itu paketnya karena karantina 10 hari yang membuatnya mahal,” kata dia.
Sebelumnya, Sebuah tayangan video yang memperlihatkan para penumpang pesawat terlantar di Bandara Internasional Soekarno-Hatta viral di media sosial.
Dalam video yang diunggah oleh akun Twitter @resty442_ tersebut terlihat para penumpang yang kebanyakan TKI baru pulang dari luar negeri. Mereka semalaman mengantri untuk mendapatkan fasilitas karantina di Wisma Atlet.
“Kami di Bandara Soekarno-Hatta, kami mau antre karantina di Wisma Atlet. Dari habis Magrib sampai Subuh belum selesai, masih antre, ini bener-bener pemerintah penyiksaan kepada rakyatnya,” kata seorang perempuan di video tersebut.
Menurutnya, para penumpang yang baru tiba di Tanah Air sengaja lebih memilih untuk melakukan karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, karantina hotel yang ditawarkan oleh para calo di bandara tersebut harganya tidak masuk akal.
Terkait dengan hal itu, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan karantina tersebut. Pasalnya, tingginya biaya karantina di hotel itu diduga ada mafia yang bermain.
“Kami meminta BNPB selaku unsur strategis dalam Satgas Covid-19 untuk segera menindaklanjuti dugaan ini. Segera lakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap temuan yang dinilai menyimpang. Jika benar terbukti, praktik mafia karantina ini mesti segera diberantas dari akar hingga pucuknya,” tegas Bukhori dikutip dari laman fraksi.pks.id, Senin (20/12/2021).