Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut keterjangkauan masyarakat terhadap hunian yang layak masih menjadi persoalan perumahan di dalam negeri yang perlu segera diselesaikan.
Khalawi Abdul Hamid, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, mengatakan bahwa keterjangkauan masyarakat terhadap hunian yang layak, baik dalam hal pembelian rumah baru yang layak huni maupun pembangunan rumah secara swadaya dan banyaknya masyarakat yang menempati rumah tidak layak huni masih menjadi persoalan.
Hal itu juga menjadi latar belakang Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan Program Sejuta Rumah pada 29 April 2015, agar bisa meningkatkan penyediaan perumahan untuk masyarakat.
Selain itu, diluncurkan juga bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) untuk mendukung pemulihan ekonomi, termasuk di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado Likupang melalui pembangunan sarana hunian pariwisata atau homestay.
“Hal ini memberi manfaat bagi masyarakat sekitar kawasan pariwisata, yakni memiliki hunian yang lebih layak, sekaligus dapat menjadi sumber penghasilan,” ujarnya dalam sambutan Rakernas REI 2021 di Ciputra Artpreneur, Senin (20/12/2021).
Untuk mendorong pertumbuhan sektor properti, kata dia, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2021 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus.
Baca Juga
Insentif itu pun terbukti telah memberikan dampak pada pergerakan pasar yang bergeser ke menengah ke atas.
“Pertumbuhan penjualan terjadi secara signifikan pada segmen rumah dengan harga Rp500 juta hingga Rp1 miliar dan lebih dari Rp2 miliar, sehingga terjadi tren peningkatan penjualan rumah tipe menengah dan besar, masing-masing sebesar 7,01 persen dan 45,57 persen,” katanya.
Kementerian PUPR sebagai pemegang kebijakan di sektor perumahan pun telah menyediakan fasilitas bantuan pembiayaan perumahan, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
“Arah kebijakan dan strategi penyediaan akses perumahan dan permukiman layak harus memenuhi supply side dan juga demand side, serta dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pencapaian sektor perumahan,” ucapnya.
Dia berharap, Real Estat Indonesia (REI) dapat terus mendukung realisasi target pembangunan rumah, baik tapak maupun susun guna pencapaian target program peningkatan fasilitasi pembiayaan perumahan sesuai RPJMN 2020–2024.
Dalam kesempatan itu, Khalawi juga menekankan pentingnya penyediaan rumah yang berkualitas. Menurutnya, mutu bangunan rumah tidak dapat ditawar dan harus menjadi prioritas, terutama bagi rumah-rumah bersubsidi, karena didalamnya terdapat APBN yang harus dipertanggung jawabkan.
“Masyarakat harus mendapatkan kualitas rumah sesuai haknya, dan pengembang tentunya juga harus memenuhi kewajibannya,” tuturnya.
Untuk menjaga kualitas bangunan rumah, Kementerian PUPR akan terus memperkuat sisi penawaran dan memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk memantau kualitas bangunan rumah bersubsidi.
“Para stakeholders di bidang perumahan harus tetap optimistis dan terus berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan berbagai peluang yang ada, dan ikut serta menggerakan kembali perekonomian di masa pandemi Covid-19 ini,” ucapnya.