Bisnis.com, JAKARTA – Iklim investasi sektor batu bara dinilai masih cukup menarik di tengah kenaikan harga batu bara dan kebutuhan yang tinggi dari pasar global.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa industri batu bara masih cukup menjanjikan meskipun transisi energi terus digodok oleh pemerintah.
Batu bara, lanjutnya, saat ini menjadi sumber daya penopang energi dunia. Terlebih, upaya mencapai netral karbon masih butuh waktu dan proses panjang.
Selain itu, strategi penghiliran batu bara juga menjadi peluang baru bagi industri emas hitam. Beberapa di antaranya seperti Coal Bed Methane (CBM) dan dimethyl ether (DME).
“Jadi masih cukup menarik berinvestasi batu bara di Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Jumat (20/12/2021).
Data Kementerian ESDM mendapati sumber daya batu bara di Indonesia mencapai 143,7 miliar ton, dan cadangan sebesar 38,8 miliar ton. Dengan asumsi produksi 600 juta ton per tahun, cadangan yang ada akan bertahan hingga 65 tahun.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa prospek baru bara Tanah Air masih cukup menjanjikan, baik dari sisi cadangan maupun harga.
Harga batu bara di pasar global mengalami masa keemasan sejak semester II/2021. Kondisi itu terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik di tengah pemulihan ekonomi dunia secara serentak.
Harga batu bara bertahan di atas US$150 per metrik ton dalam beberapa bulan terakhir. Harga tertinggi komoditas itu tercatat mencapai US$272,5 per metrik ton pada 5 Oktober 2021 lalu.
“Melihat kondisi market yang masih bagus, masak kami enggak memanfaatkannya. Toh kami sudah investasi untuk ke depan sesuai cadangan,” katanya kepada Bisnis.