Bisnis.com, JAKARTA - Tingkat inflasi pabrik di China melambat pada November dari level tertinggi selama 26 tahun terakhir. Perlambatan memberikan lebih banyak ruang bagi pembuat kebijakan untuk mendukung ekonomi.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (9/12/2021), berdasarkan data Biro Statistik Nasional, indeks harga produsen naik 12,9 persen dari tahun sebelumnya, di atas perkiraan ekonom sebesar 12,1 persen. Sementara itu, indeks harga konsumen naik 2,3 persen, laju tercepat sejak Agustus 2020 tetapi masih di bawah proyeksi kenaikan 2,5 persen.
Perlambatan tersebut merupakan tanda bahwa upaya pemerintah untuk menjinakkan harga komoditas yang melonjak dan mengatasi kelangkaan listrik selama beberapa bulan terakhir mulai membuahkan hasil. Jika tekanan harga terus mereda, hal itu dapat memberikan lebih banyak ruang bagi bank sentral untuk menambah stimulus.
"Oleh karena kebijakan untuk menstabilkan harga dan kepastian pasokan telah meningkat, lonjakan cepat harga batu bara, logam, dan energi serta bahan mentah lainnya pada awalnya dapat dikendalikan, yang mengarah pada perlambatan PPI,” Dong Lijuan, ahli statistik senior di NBS, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang menyertai rilis tersebut.
Inflasi konsumen meningkat karena harga sayuran naik 30,6 persen sementara harga daging babi turun 32,7 persen. Core CPI (indeks harga konsumen) yang mengecualikan harga makanan dan energi, naik 1,2 persen karena wabah Covid-19 yang menyebar.
Seperti diberitakan sebelumnya, bank sentral China akan melepaskan 1,2 triliun yuan (US$189 miliar) untuk likuiditas jangka panjang dan mengurangi rasio cadangan wajib perbankan sebesar 0,5 persen mulai pekan depan.
Baca Juga
Pemimpin Partai Komunis juga telah memberi sinyal pada awal pekan ini bahwa fokus mereka untuk tahun mendatang adalah menstabilkan kondisi ekonomi makro.
Mereka juga mengisyaratkan akan memberikan kelonggaran pada sektor properti tahun depan karena penurunan real estat dan wabah virus yang diperkirakan akan membebani prospek ekonomi China.