Bisnis.com, JAKARTA – Tim Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang dibentuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah menangani 180 kasus pertanahan.
Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Hary Sudwijanto mengatakan mafia tanah merupakan sekelompok individu yang bergabung dalam satu kelompok, kemudian melakukan suatu kejahatan melanggar hukum yang menjadikan tanah sebagai objeknya.
“Mafia tanah berkelompok karena dia bekerja tak sendiri, serta tak segan-segan melakukan komunikasi dengan pihak lain, semisal oknum BPN, oknum polisi, oknum jaksa, oknum PPAT dan lain sebagainya,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (7/12/2021).
Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi dari Kementerian ATR/BPN, rerata para pelaku kejahatan pertanahan menggunakan modus pemalsuan dokumen.
Pemalsuan dokumen dilakukan sejak proses awal. Para mafia tanah telah mempunyai target untuk menduduki suatu bidang maka melakukan koordinasi dengan oknum kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan tanah.
Tak hanya itu, ketika dokumen dibawa ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum PPAT bisa saja tidak melakukan kewajibannya dengan benar.
“Seperti seharusnya ada verifikasi oleh pihak yang hadir, tapi ternyata tidak hadir dan dibuat surat keterangan palsu. Lalu, Akta Jual Beli (AJB) yang ada, dibawa ke BPN. BPN dalam hal ini tak punya kewenangan untuk melakukan pengecekan materiil, apakah ini asli atau tidak. Ketika dokumen sudah dikirim, ya ada asumsi bahwa ini sudah dicek,” terang Hary.
Selain itu, juga terdapat kasus penguasaan lahan yang bukan milik akibat tanah yang tidak dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup lama.
“Karena tidak ada pemanfaatan, tiba-tiba muncul bangunan warung-warung liar semi permanen. Perlahan-lahan gedungnya berubah permanen dan banyak yang menempati,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat untuk betul-betul menjaga aset tanah yang dimiliki.
Tak hanya menjaga batas-batas aset tanah tetapi juga dimanfaatkan dan dikelola dengan baik agar tanah yang dimiliki memberi manfaat dan kemakmuran.
Pihaknya juga mengimbau agar masyarakat tak mudah memberikan atau memberi kuasa atas sertifikat tanahnya ke sembarang orang yang kurang dipercaya terutama dalam hal jual beli.
Hary menegaskan masyarakat untuk benar-benar memastikan jika pembeli dan/atau penjual memang benar orang yang tepat, alih-alih oknum mafia tanah yang tengah menyamar.
“Lakukan transaksi jual beli di PPAT yang benar-benar dipercaya. Banyak sekali kasus-kasus kejahatan dikarenakan PPAT yang dipilih, ternyata PPAT yang fiktif. Jadi, selektif memilih PPAT agar proses peralihan jual beli menjadi aman,” katanya.
Kementerian ATR/BPN sangat tegas dalam memerangi mafia tanah. Hal ini dibuktikan dengan beberapa strategi yang terus digencarkan oleh Kementerian ATR/BPN, salah satunya dengan membentuk tim Satgas Anti-Mafia Tanah yang bekerja sama dengan Kepolisian RI dan Kejaksaan RI hingga melakukan asesmen secara ketat, bagi posisi-posisi strategis di Kementerian ATR/BPN.
“Setiap tahun, Satgas Anti-Mafia Tanah punya target penyelesaian sebanyak 60 kasus. Jadi, selama 3 tahun ini total sudah ada 180 kasus yang ditangani. Selain itu, kami juga memperbaiki sistem secara internal. Saat ini, jika menduduki posisi suatu jabatan maka diberlakukan asesmen sehingga kita mengetahui bagaimana dedikasi petugas kita di lapangan,” terang Hary.