Bisnis.com, JAKARTA - CEO Grab Anthony Tan meyakini akan membuka peluang investasi lebih luas di wilayah Asia Tenggara setelah penyedia layanan transportasi online terbesar di kawasan ini mulai meluncur di bursa Nasdaq AS pada Kamis (2/12/2021).
Penerbitan saham ini dilakukan setelah menyelesaikan kesepatakan merger senilai US$40 miliar dengan perusahaan tujuan akuisisi khusus (SPAC) Altimeter Growth Corp.
Grab didirikan oleh Anthony Tan yang saat ini menjabat Chief Executive Officer dan Tan Hooi Ling yang mengembangkan gagasan melalui kompetisi di Harvard Business School.
CEO Tan berhasil mengekspansi Grab beroperasi secara luas di kawasan dengan berbagai layanan. Setelah diluncurkan sebagai aplikasi taksi di Malaysia pada 2012, dia memindahkan kantor pusatnya ke Singapura. Perusahaan dari Singapura ini beroperasi di 465 kota di delapan negara.
"Apa yang telah kami tunjukkan kepada dunia adalah bahwa perusahaan teknologi dalam negeri dapat mengembangkan teknologi hebat yang dapat bersaing secara global, bahkan ketika pemain internasional ada di kota ... kami dapat bersaing dan menang," kata Tan seperti dikutip dari Channel News Asia yang dikutip dari Reuters pada Kamis (2/12/2021).
Baca Juga
Dia mengatakan listing Grab akan membantu menunjukkan peluang yang tersedia bagi investor di Asia Tenggara, wilayah dengan populasi sekitar 650 juta.
Pesaing Grab, termasuk Sea dari Singapura dan GoTo Group dari Indonesia juga terus mencatatkan pertumbuhan bisnis. Perekonomian digital di kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan berlipat ganda menjadi US$360 miliar dalam gross merchandise volume (GMV) pada 2025.
Penerbitan saham yang dilakukan Grab telah membawa keuntungan bagi para investor awal seperti SoftBank Group Corp dan raksasa transportasi online China Didi Chuxing yang berinvestasi pada awal 2014.
Perusahaan tersebut kemudian bergabung dengan yang lain, seperti Toyota Motor, Microsoft dan bank Jepang MUFG. Uber menjadi pemegang saham Grab pada 2018 setelah menjual bisnisnya di Asia Tenggara ke Grab setelah perundingan selama lima tahun.
Analis melihat ruang tumbuh yang besar bagi pemain di jasa pengiriman makanan dan layanan keuangan di Asia Tenggara. Namun, jalan menuju profitabilitas bisa jadi panjang.
Pada September, Grab memangkas proyeksi penjualan bersih pada tahun ini setelah mempertimbangkan ketidakpastian akibat pembatasan pergerakan pandemi.
Sementara itu, pendapatan anjlok 9 persen dan kerugian sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) yang disesuaikan melebar 66 persen menjadi US$212 juta. Grab mengatakan GMV melonjak 32 persen pada kuartal terakhir ke rekor US$4 miliar.
Namun, perusahaan optimistis dapat berbalik untung pada basis EBITDA pada 2023.