Bisnis.com, BALI – DPR RI berencana segera menuntaskan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (migas) pada 2022.
Salah satu aturan yang disoroti untuk nantinya dimasukkan dalam UU Migas terbaru adalah mekanisme pemberian Participating Interest (PI) blok migas yang menjadi jatah daerah penghasil.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menjelaskan bahwa penerapan ketentuan penawaran PI 10 persen yang sudah berjalan sekitar satu dekade terakhir memiliki tujuan awal yang baik, tetapi masih perlu banyak perbaikan dan evaluasi.
“Semangatnya kan memberikan kesempatan bagi BUMD untuk berpartisipasi. Mereka bisa mulai masuk ke industri migas, dan mereka jadi lebih besar. Tapi realitanya, hampir belum ada,” katanya dalam acara The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 (IOG 2021), Bali, Selasa (30/11/2021).
Maman menilai, persoalan tersebut ditengarai oleh budaya perusahaan atau corporate culture BUMD yang belum terbentuk dengan baik.
“Masalahnya enggak terbentuk corporate culture dari mereka [BUMD]. Mereka sistemnya digendong, dan akhirnya mereka keenakan,” imbuhnya.
Baca Juga
Melihat fakta tersebut, Maman menyampaikan bahwa mekanisme pemberian PI 10 persen akan dikaji ulang terkait syarat yang mengikutinya.
Nantinya, kata Maman, BUMD yang ingin mengelola atau mendapatkan jatah PI 10 persen sebuah blok migas harus memiliki modal sendiri.
“Kami mau sedikit modifikasi, seperti apa redaksionalnya kami akan modified. Yang penting mereka tidak boleh terus digendong, harus bisa berjalan sendiri. Itu semangatnya,” ujarnya.
Alih-alih BUMD terlalu nyaman mendapatkan PI 10 persen secara mudah, faktanya, masih banyak daerah yang justru masih kesulitan mengakses dukungan tersebut.
Diberitakan sebelumnya, 61 daerah penghasil minyak dan gas bumi justru tidak bisa mengakses PI 10 persen lantaran regulasi yang kurang kuat.
Kepala Divisi Hukum Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Didik Setyadi mengatakan, salah satu penyebab persoalan itu adalah regulasi yang tidak tegas mengatur sanksi kepada kontraktor yang tidak memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37/2016.
“Ini perlu mendapatkan perhatian karena nature dari bisnis untuk melakukan penyertaan PI 10 persen adalah itikad baik, adalah kerja sama. Jadi kerja sama itu tidak bisa saling dipaksakan, tetapi harus kesepakatan yang didasari oleh kedua belah pihak,” katanya beberapa waktu lalu.