Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia memperkirakan adanya risiko meningkatnya tekanan inflasi pada semester II/2021 yang dipicu oleh sejumlah faktor, baik global maupun domestik.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (29/11/2021).
Perry menyampaikan, risiko peningkatan tekanan inflasi akan terjadi jika terjadi kenaikan harga energi yang terus berlanjut. Dari sisi domestik, tekanan pada inflasi akan meningkat jika kenaikan permintaan terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.
“Risiko ada peningkatan inflasi khususnya pada paruh kedua 2022, jika terjadi kenaikan harga energi ataupun kenaikan permintaan yang lebih cepat,” katanya.
Di samping itu, Perry juga menyoroti adanya risiko pada stabilitas nilai tukar rupiah, seiring dengan implementasi kebijakan tapering off di tingkat global.
Namun demikian, Perry menyampaikan, BI akan terus berkomitmen mengupayakan seluruh kebijakan bank sentral agar asumsi makro BI dan pemerintah tercapai.
Baca Juga
Komisi XI DPR RI dan pemerintah pada hari ini menetapkan Anggaran Tahunan BI (ATBI) 2022, di mana penerimaan operasional pada 2022 ditetapkan sebesar Rp28,41 triliun atau naik 2,4 persen secara tahunan.
Sementara, pengeluaran operasional ATBI 2022 ditetapkan sebesar Rp13,81 triliun
Perry menyampaikan, melalui penetapan ATBI 2022, program yang dilakukan BI akan terus mendukung pemulihan ekonomi nasional, terobosan digitalisasi untuk UMKM maupun pengembangan SDM unggul, juga di bidang pendidikan dan penerimaan devisa.
Lebih lanjut, BI pun terus mendorong ekonomi dan keuangan yang inklusif, penguatan kapasitas UMKM dan penguatan kapasitas pengelolaan keuangan, termasuk ekonomi dan keuangan syariah.