Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada tahun depan berpotensi menghambat momentum pertumbuhan dan pemulihan industri, khususnya tekstil.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan rencana kenaikan TDL bisa jadi batu ganjalan baru bagi industri tekstil yang sudah mulai bergeliat.
"Kenaikan harga listrik ini malah jadi faktor yang menarik mundur, padahal beberapa waktu terakhir trennya sudah baik," kata Rizal saat dihubungi, Senin (29/11/2021).
Rizal mengatakan di industri antara, ongkos listrik berkontribusi sekitar 20 persen terhadap struktur biaya produksi. Sedangkan di sisi hilir, angkanya bisa mencapai di atas 25 persen.
Kenaikan harga komoditas dan bahan baku, jika dibarengi pula dengan tekanan pada ongkos energi, dinilai akan kontraproduktif dengan pemulihan yang masih berlangsung.
Bahkan, tidak hanya industri tekstil, manufaktur secara keseluruhan bisa terhambat pertumbuhannya karena penerapan kebijakan ini.
"Saya khawatir bukan hanya tekstil, pertumbuhan industri nasional juga bisa melambat," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta memproyeksikan kenaikan tarif dasar listrik akan menurunkan utilisasi industri hingga 10 persen. Dia mengatakan dari sisi industri, pengusaha akan langsung mengalihkan beban kenaikan harga pokok produksi (HPP) ke konsumen.
Sementara itu di sisi lain, konsumen juga harus terbebani kenaikan tagihan listrik. Tekanan dari sisi penawaran dan permintaan tersebut ditengarai bakal sangat memukul daya beli, sehingga berdampak pada penurunan utilisasi kapasitas produksi.
"Otomatis utilisasi akan turun lagi. Saya kira kalau di [industri] lokal bisa sampai turun 5-10 persen," kata Redma.