Bisnis.com, JAKARTA – Terbebasnya potensi perdagangan luar negeri Indonesia dari kebijakan tindak pengamanan (trade remedies) di negara tujuan ekspor bisa menjadi modal bagi pelaku usaha untuk kembali memasuki pasar dan meningkatkan ekspor.
Namun dukungan di dalam negeri tetap diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut.
“Pembatalan maupun kemenangan kita atas trade remedies tentu menjadi modal akses pasar. Karena itu dukungan di dalam negeri untuk memanfaatkan akses pasar yang tadinya terganggu trade remedies itu sangat penting,” kata Koordinator Wakil Ketua Umum III Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani, Minggu (28/11/2021).
Dukungan tersebut, kata Shinta, bisa mencakup fasilitas ekspor, penyederhanaan prosedur ekspor, dan perluasan pembiayaan ekspor yang terjangkau.
“Perlu juga pembinaan dan penetrasi pasar, serta dukungan trade intelligence terkait potensi pasar yang belum dimanfaatkan. Tanpa dukungan kita tidak bisa memanfaatkan potensi ekspor pada 2022 dengan maksimal,” katanya.
Sebagaimana diketahui, nilai dan potensi ekspor Indonesia senilai US$2,2 miliar atau setara dengan Rp31,7 triliun berhasil diselamatkan dari trade remedies seperti seperti bea masuk tindak pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) di negara tujuan ekspor sampai kuartal III/2021.
Nilai ini jauh meningkat dari potensi ekspor yang berhasil diselamatkan sampai akhir semester I/2021. Saat itu, nilai ekspor yang berhasil diselamatkan bernilai US$546,2 juta atau setara dengan Rp7,92 triliun.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Natan Kambuno menjelaskan potensi ekspor tersebut berasal dari bebasnya produk-produk dari trade remedies di 8 negara.
Di antaranya adalah produk ban di Mesir, ekspor kabel ke Ukraina, matras di Amerika Serikat, produk baja di negara-negara teluk (Gulf Cooperation Countries/GCC), tekstil dan produk tekstil di Turki, otomotif di Filipina, dan baja serta kimia di India.