Bisnis.com, JAKARTA – Nilai ekspor Indonesia senilai US$2,2 miliar atau setara dengan Rp31,7 triliun berhasil diselamatkan dari pengenaan instrumen pengamanan (trade remedies) seperti seperti bea masuk tindak pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) di negara tujuan ekspor sampai kuartal III/2021.
Nilai ini jauh meningkat dari potensi ekspor yang berhasil diselamatkan sampai akhir semester I/2021. Saat itu, nilai ekspor yang berhasil diselamatkan bernilai US$546,2 juta atau setara dengan Rp7,92 triliun.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Natan Kambuno menjelaskan potensi ekspor tersebut berasal dari bebasnya produk-produk dari trade remedies di delapan negara. Di antaranya adalah produk ban di Mesir, ekspor kabel ke Ukraina, matra di Amerika Serikat; produk baja di negara-negara teluk yakni Arab Saudi, Oman, dan Uni Emirat Arab; tekstil dan produk tekstil di Turki; otomotif di Filipina; dan baja serta kimia di India.
“Indonesia masih lolos dari pengenaan BMAD dan bea masuk imbalan [BMI] ekspor stainless steel ke India. Kinerja ekspornya tertinggi sempat dicapai pada 2019 senilai US$425 juta,” kata Natan kepada Bisnis, Minggu (28/11/2021).
Dia juga menjelaskan bahwa negara-negara teluk batal mengenakan BMTP atas impor besi dan baja tertentu asal Indonesia. Ekspor komoditas ini menyentuh level tertinggi US$73,4 juta pada 2020.
Produk stainless steel Indonesia juga lolos dari BMAD di Brasil. Negara tersebut memutuskan menghentikan penyelidikan antidumping pada stainless steel yang sempat mencapai nilai ekspor US$6,6 juta pada 2019.
Baca Juga
Natan mengatakan bahwa pemerintah akan fokus mengawal penyelidikan oleh otoritas negara mitra agar selaras dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Indonesia, katanya, bisa mengajukan keberatan jika otoritas penyelidikan melakukan penyimpangan aturan WTO.
“Mengenai pemanfaatan akses pasar yang sudah pulih, tentunya hal ini kembali ke strategi pemasaran masing-masing perusahaan yang ekspornya sempat terimbas,” lanjutnya.
Sejauh ini, Indonesia masih menghadapi 38 kasus trade remedies yang terdiri atas 20 antidumping, 10 tindak pengamanan atau safeguard, 7 antisubdisi, dan 1 circumvention.
“Selama Januari sampai November 2021 terdapat 26 kasus diinisiasi,” katanya.