Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap nasihat yang diberikan oleh Organisation for Economic Coooperation and Development (OECD) soal utang Indonesia.
Suharso menceritakan awalnya dia meminta OECD saran terkait dengan perekonomian Indonesia. Justru, OECD memberikan saran terkait cara pembiayaan pembangunan menggunakan utan utang.
"Utang itu tidak menjadi masalah. Namun, yang menjadi persoalan ketika utangnya itu adalah utang luar negeri," jelas Suharso, Jumat (26/11/2021).
Pada kuartal III/2021, Bank Indonesia (BI) mencatat rasio utang luar negeri (ULN) Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 37 persen. Besaran rasio ini turun tipis jika dibandingkan dengan kuartal II/2021 sebesar 37,5 persen.
Posisi ULN Indonesia pada periode kuartal III/2021 sebesar US$423,1 miliar atau tumbuh 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Suharso mengatakan sebenarnya banyak negara yang rasio utangnya sudah mencapai 100 persen terhadap PDB. Misalnya, rasio utang Jepang sempat mencapai 240 persen dari PDB pada pertengahan 2020 lalu.
Baca Juga
Namun, seperti halnya negara maju lain yaitu Amerika Serikat dan Jerman, Jepang menarik utang dalam mata uangnya sendiri.
"Ini terjadi karena insturmen-instrumen pembiayaan di dalam negeri amat sangat kurang. Semua larinya ke perbankan, dan perbankan juga terbatas, sehingga kita membuka keran-keran [utang]. Itu diikuti juga oleh SBN kita yang dikuasai asing," tuturnya.
Ketua Umum PPP tersebut lalu mengungkap saran OECD lainnya kepada Indonesia, kali ini tentang bagaimana menyelesaikan utang di masa pandemi Covid-19.
Organisasi internasional yang berpusat di Paris ini menyarankan agar Indonesia menggunakan sejumlah cara seperti debt cancellation, debt write-downs, debt swaps, dan debt buybacks.
"OECD juga tak lupa menyarankan untuk menggunakan instrumen pembiayaan hijau atau green bond," imbuhnya
Kementerian Keuangan sebelumnya sempat menyampaikan bahwa green bond yang dirilis oleh pemerintah mendapatkan respon positif dari masyarakat, terutama dari kalangan muda yang meningkat hingga 50 persen dari total investor.