Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Salahudin mengatakan pemerintah harus membuat dari nol soal Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
Hal tersebut menanggapi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU tersebut inkonstitusional secara bersyarat.
“Proses [membuat UU Cipta Kerja] dari nol lagi dimulai,” kata Said, dikutip dari tempo.co, Jumat (2611/2021).
Lebih lanjut, Said membeberkan alasan pemerintah harus membuat ulang UU Cipta Kerja. Said menjelaskan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional karena tidak tunduk kepada UU Nomor 15 Tahun 2019. Undang-Undang itu membahas tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Kendati demikian, Said menilai UU Nomor 15 Tahun 2019 ini terlebih dahulu direvisi. Hal tersebut guna mengakomodir hal-hal tertentu dalam UU Cipta Kerja.
“UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini terlebih dahulu direvisi, diperintahkan diperbaiki dulu untuk mengakomodir hal-hal tertentu dalam UU Cipta Kerja," ujarnya.
Kemudian, setelah UU Nomor 15 Tahun 2019 atau UU dasar hukum untuk membuat UU Cipta Kerja sudah direvisi, maka pemerintah harus membuat ulang UU Cipta Kerja.
Ia juga mengatakan Mahkamah Konstitusi memberikan pemerintah waktu dalam kurun dua tahun untuk merevisi UU Cipta Kerja. Tetapi, pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas selama beleid tersebut belum adanya revisi.
Presiden KSPI Said Iqbal juga meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut aturan tentang upah minimum provinsi UMP tahun depan.
"Kami meminta secara tegas kepada Pak Anies dalam waktu 3x24 jam, kami buruh DKI meminta Gubernur mencabut SK Gubernur tentang UMP yang telah dikeluarkan dan menaikkan besarannya," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Bila tuntutan itu tidak dipenuhi, kata Said, massa buruh bakal kembali berunjuk rasa di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta.